Ilustrasi gedung KPK. (Foto RMOL)
Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota DPR Heri Gunawan sebagai tersangka dinilai tdak tepat. Sebab, dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bukan APBN.
"CSR BI dan OJK bukan uang negara dalam konteks APBN atau APBD, melainkan bentuk tanggung jawab sosial lembaga kepada masyarakat. Maka tuduhan tindak pidana korupsi dan pencucian uang sangat perlu diuji secara objektif dan proporsional," kata Hakim Adonara, Ketua LSM Gerakan Aktivis Penyelamat Uang Negara, kepada media, Senin 11 Agustus 2025.
Karena objek perkara bukan dana publik, menurut Hakim, maka tuduhan korupsi harus diuji secara ekstra hati-hati.
Hakim juga mengkritik penetapan tersangka dilakukan KPK hanya berdasarkan aliran dana. Menurutnya, penetapan tersangka tidak boleh didasarkan hanya pada aliran dana, tetapi harus membuktikan niat jahat, penyalahgunaan wewenang serta kerugian negara yang nyata.
"Tidak cukup hanya mengikuti jejak aliran dana. Harus ada bukti niat jahat, penyalahgunaan wewenang, dan kerugian negara yang nyata dan terukur. Tanpa itu, proses hukum kehilangan legitimasi,” tegasnya.
Diketahui, KPK menetapkan dua anggota DPR sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penyaluran dana CSR dari BI dan OJK. Mereka adalah Heri Gunawan dan Satori. Heri merupakan anggota DPR dari Gerindra, sedangkan Satori berasal dari Nasdem.
"Menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu HG selaku Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024; ST selaku Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di kantornya, Kamis 7 Agustus 2025.
KPK menuding Heri dan Satori menerima gratifikasi dalam bentuk dana bantuan sosial dari BI dan OJK. Dana sosial yang diberikan langsung disalurkan kepada empat yayasan yang dikelola Rumah Aspirasi Heri dan delapan yayasan yang dikelola Rumah Aspirasi Satori.
Heri disebut telah menerima Rp 15,8 miliar, sementara Satori total menerima Rp 12,52 miliar. Uang tersebut digunakannya untuk kepentingan pribadi seperti pembangunan rumah, pengelolaan outlet minuman, hingga pembelian tanah dan kendaraan.
"Bahwa pada periode tahun 2021 s.d. 2023, yayasan-yayasan yang dikelola oleh HG dan ST telah menerima uang dari mitra Kerja Komisi XI DPR RI, namun tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial," ujar Asep.