Tarif baru Amerika Serikat (AS) yang diinisiasi Presiden Donald Trump telah ditetapkan dan berlaku sejak 7 Agustus 2025.
Trump menetapkan bea masuk dasar sebesar 10 persen untuk banyak negara dan 15 persen hingga 41 persen untuk beberapa negara lainnya.
Trump telah menetapkan tarif dasar awal pada April tahun ini, tetapi sempat melakukan jeda untuk memberi kesempatan kepada negara-negara mencapai kesepakatan dengan AS. Jeda itu seharusnya berakhir pada 9 Juli, namun beberapa jam sebelumnya, Trump mengumumkan putaran tarif baru untuk beberapa negara.
Selama masa jeda, berbagai negara bergegas menegosiasikan kesepakatan baru untuk melindungi perekonomian mereka dari guncangan perdagangan, termasuk negara-negara di Asia Tenggara dan juga China.
Vietnam diancam tarif 48 persen, namun direvisi turun menjadi 20 persen pada Juli. Meski begitu, tarif "transhipping" sebesar 40 persen untuk barang yang berasal dari negara lain lalu dikirim ke Vietnam sebelum diekspor ke AS tetap berlaku.
Meski terkena tarif tinggi, OCBC tetap menaikkan proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahunan 2025 Vietnam dari 5,5 persen menjadi 6,3 persen.
Singapura terkena tarif dasar 10 persen, namun Perdana Menteri Lawrence Wong awal pekan ini mengatakan tarif tersebut adalah tingkat yang "masih bisa diterima" oleh negara itu.
Negara lainnya, Thailand, mencatat impor AS dari negara itu mencapai 63,3 miliar Dolar AS pada 2024, naik 12,5 persen dari 2023. Sementara, perdagangan barang AS dengan Thailand mencapai 45,6 miliar Dolar AS pada 2024, naik 11,7 persen dibandingkan 2023, seperti dikutip dari Business Times.
Sedangkan impor AS dari Malaysia mencapai 52,5 miliar Dolar AS pada 2024, naik 13,7 persen dibandingkan 2023. Defisit perdagangan AS dengan Malaysia sebesar 24,8 miliar Dolar AS pada 2024, turun 7,6 persen dibandingkan 2023.
Impor AS dari Kamboja mencapai 12,7 miliar Dolar AS pada 2024, naik 9,3 persen dari tahun sebelumnya. Defisit perdagangan barang AS dengan negara tersebut sebesar 12,3 miliar Dolar AS pada 2024, naik 9,4 persen secara tahunan.
Indonesia juga mengalami pemotongan tarif dari 32 persen menjadi 19 persen. Gedung Putih menyatakan bahwa Indonesia akan menghapus hambatan tarif impor atas lebih dari 99 persen produk AS yang diekspor ke Indonesia di semua sektor, termasuk produk pertanian, kesehatan, hasil laut, teknologi informasi dan komunikasi, dan lainnya.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, tarif 19 persen untuk barang ekspor Indonesia ke AS, sementara AS bisa mendapat fasilitas 0 persen, sebenarnya punya risiko tinggi bagi neraca perdagangan Indonesia.
Di kawasan lain, banyak produk dari ekonomi seperti Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan kini dikenai tarif 15 persen, meskipun sudah ada kesepakatan dengan Washington untuk menghindari tarif yang lebih tinggi.
Tarif awal China sebesar 145 persen direvisi menjadi 30 persen melalui kesepakatan sebelumnya. Pembicaraan masih berlangsung antara AS dan China, dengan batas waktu tarif bagi Beijing pada 12 Agustus.
India menjadi yang paling terdampak atas kebijakan Trump. India dikenai tambahan tarif 25 persen karena Trump mempermasalahkan impor minyak Rusia yang terus dilakukan negara tersebut. Kebijakan baru ini membuat tarif impor AS untuk beberapa barang India mencapai 50 persen.
Secara sektoral, Trump mengumumkan akan mengenakan pajak 100 persen pada impor yang mencakup semikonduktor. Namun ia akan membebaskan perusahaan yang memindahkan produksinya kembali ke AS.
Trump juga mengatakan awal pekan ini bahwa AS awalnya akan memberlakukan "tarif kecil" pada impor farmasi sebelum menaikkannya menjadi 150 persen dalam 18 bulan, dan akhirnya menjadi 250 persen untuk mendorong produksi domestik.
Beberapa chip yang diproduksi di Singapura kemungkinan juga akan terdampak. Analis RHB pada awal Agustus mengatakan bahwa Singapura menghadapi ancaman akibat potensi tarif sektoral pada semikonduktor dan farmasi.
Mereka menambahkan bahwa "Singapura tetap menjadi yang paling rentan" di ASEAN, mengingat tingkat keterbukaan perdagangan yang tinggi dan ketergantungan pada ekspor manufaktur.
Menurut data Dewan Pengembangan Ekonomi Singapura per 2025, industri semikonduktor menyumbang hampir 6 persen dari PDB Singapura, sementara sektor biomedis menyumbang 2,3 persen.
Pengumuman tarif semikonduktor ini, bagaimanapun, menjadi kemenangan besar bagi Apple, yang sebelumnya menghadapi ancaman eskalasi tarif Trump yang dapat meningkatkan biaya produksi ponsel dan komputer andalannya.
CEO Apple Tim Cook dan presiden mengumumkan rencana investasi baru senilai 100 miliar Dolar AS, yang mencakup program manufaktur baru untuk membawa lebih banyak produksi Apple ke AS.
Sebagian besar iPhone yang dijual di AS berasal dari India, sementara sebagian besar produk lainnya, termasuk Apple Watch, iPad, dan MacBook, diproduksi di Vietnam, yang terkena tarif 20 persen.