PM Thailand yang sedang diskors, Paetongtarn Shinawatra/Net
Gelombang unjuk rasa kembali mengguncang Thailand. Ribuan warga berkumpul di Monumen Kemenangan, Bangkok pada akhir pekan untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra yang saat ini diskors oleh pengadilan.
Aksi ini dipicu oleh konflik mematikan di perbatasan Thailand-Kamboja yang telah menewaskan lebih dari 30 orang dan memaksa lebih dari 260 ribu warga mengungsi.
Mengutip laporan AFP pada Minggu, 3 Agustus 2025, Para pengunjuk rasa menuduh Paetongtarn dan keluarganya gagal mencegah eskalasi konflik karena kedekatan mereka dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen.
“Ung Ing (panggilan akrab PM Thailand), kau harus pergi. Karena ada darah di tanganmu. Orang-orang telah mati karenamu,” kata kolumnis konservatif sekaligus tokoh demonstran, Jittakorn Bussaba, dari atas panggung yang disambut tepuk tangan massa.
Banyak peserta aksi melantunkan lagu patriotik, menyuarakan kecaman terhadap Paetongtarn maupun ayahnya, mantan PM Thaksin Shinawatra, serta menyatakan dukungan terhadap militer.
Polisi memperkirakan jumlah massa mencapai 2.000 orang pada sore hari dan berpotensi terus bertambah seiring suhu udara mulai menurun.
Seorang pensiunan berusia 75 tahun, Kittiwat, menyatakan alasannya turun ke jalan.
“Saya di sini untuk membantu menggulingkan pemerintah dan melindungi kedaulatan Thailand serta untuk mendukung para prajurit,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Ammorn Khunthong (58) yang menilai PM Thailand saat ini tidak kompeten lagi untuk memimpin.
"Ung Ing telah merusak negara. Semua orang perlu membantu. Thaksin dan keluarganya seharusnya tidak lagi memimpin negara ini,” tegasnya.
Paetongtarn Shinawatra, yang populer dengan nama panggilan Ung Ing, diskors bulan lalu setelah Hun Sen membocorkan percakapan pribadi.
Dalam rekaman itu, Paetongtarn menyebut Hun Sen sebagai “paman” dan terlihat merendahkan seorang jenderal Thailand, yang kemudian memicu kemarahan publik.
Bentrokan terbaru di perbatasan kedua negara berakhir dengan gencatan senjata yang dimediasi Malaysia pada 29 Juli lalu. Namun ketegangan tetap tinggi, dan sentimen nasionalis mendorong aksi jalanan semakin masif.
Unjuk rasa ini juga memperlihatkan wajah-wajah familiar dari kelompok konservatif pro-kerajaan Kaus Kuning. Mereka adalah musuh politik lama Thaksin Shinawatra yang digulingkan lewat kudeta militer tahun 2006.
Gerakan serupa juga berkontribusi dalam jatuhnya pemerintahan Yingluck Shinawatra, saudara perempuan Thaksin, pada 2014.
Militer Thailand sendiri memiliki peran dominan dalam politik. Sejak menjadi monarki konstitusional tahun 1932, negara itu telah mengalami 13 kudeta yang berhasil, dengan yang terakhir berlangsung 11 tahun lalu.