Webinar Publik International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada Selasa 22 Juli 2025/Tangkapan layar
Narasi Amerika Serikat (AS) yang menyebut dirinya sebagai korban dalam sistem perdagangan internasional dinilai keliru dan menyesatkan.
Hal tersebut dikatakan Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Siti Khoirun Ni’mah yang menyoroti alasan Presiden Donald Trump mengenakan tarif ke sejumlah negara mitra.
“Saya ingin menyebutkan tentang kekeliruan narasi yang disebutkan oleh pemerintah AS. Dan saya kira penting bahwa di mana AS seakan-akan menyebut dirinya dijarah. Faktanya adalah dia bukan korban,” kata Ni’mah dalam Webinar Publik melalui Zoom virtual pada Selasa, 22 Juli 2025.
Ia menegaskan fakta di lapangan justru Amerika bukan hanya terlibat, melainkan menjadi pemain utama dalam sistem perdagangan global saat ini.
"Jadi Amerika Serikat ini playing victim ini. Pemain, tapi mengaku jadi korban,” tegasnya.
Ia mencontohkan bagaimana AS menginisiasi banyak perjanjian dagang besar seperti Trans-Pacific Partnership (TPP), ikut merundingkan isi perjanjian dengan berbagai negara, namun kemudian memilih untuk tidak bergabung.
“Amerika Serikat itu yang menginisiasi, kemudian dia melakukan perundingan dengan banyak negara. Tapi begitu disahkan, kemudian Amerika tidak ikut. Jadi dia mempengaruhi satu perjanjian, tapi kemudian tidak ikut,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa dalam berbagai kesepakatan dagang dan investasi bilateral tersebut, pihak yang paling banyak mengambil keuntungan Amerika Serikat.
"Banyak kesepakatan perdagangan, investasi bilateral yang pengambil keuntungan terbesar dalam hal ini adalah perusahaan dan juga pemerintah AS,” tegasnya.
Khoirun Ni’mah menekankan pentingnya meluruskan narasi agar publik tidak terpancing dengan framing yang dibuat AS.
“Jadi ini perlu ada narasi yang lebih seimbang. Di sini (tarif) AS merasa dirugikan, padahal dia itu diuntungkan selama ini dalam perdagangan internasional dengan menetapkan hukuman ke negara-negara lain,” jelasnya.
Dalam konteks penurunan atau kenaikan tarif, ia menegaskan bahwa itu adalah hak setiap negara. Namun tetap harus dilakukan melalui proses yang transparan dan adil.
“Dan tarif adalah hak setiap negara. Sehingga tarif itu ketika mau diturunkan atau dinaikkan itu perlu dilakukan dalam perdagangan internasional yang ada prosesnya gitu, take and give, dan ada pelaporannya kepada DPR dan sebagainya, kepada publik,” tandasnya.
Sebelumnya Trump sendiri telah menyuarakan tentang perdagangan yang tidak adil karena AS mengalami defisit besar, termasuk dengan Indonesia.
Trump sendiri sering mengklaim bahwa defisit perdagangan menunjukkan AS sedang dimanfaatkan.
Melalui suratnya pada awal Juli 2025 lalu, Trump menyayangkan defisit perdagangan yang dialami AS dalam hubungan dagang dengan Indonesia.
Menurutnya, hal tersebut membuat relasi kedua negara jauh dari prinsip keadilan, sehingga ia memutuskan mengenakan tarif 32 persen kepada RI, sebelum dipangkas menjadi 19 persen.
“Hubungan kita, sayangnya, jauh dari timbal balik. Mulai 1 Agustus 2025, kami akan mengenakan tarif kepada Indonesia hanya 32 persen kepada semua produk Indonesia yang dikirim ke Amerika Serikat, terpisah dari tarif sektoral yang dijatuhkan,” bunyi surat tersebut.