Berita

Ilustrasi/Ist

Bisnis

Penurunan Tarif Impor AS Rasa Koloni Dagang, Indonesia Tetap Boncos

KAMIS, 17 JULI 2025 | 02:34 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Pada 15 Juli 2025, Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan tarif impor sebesar 19 persen untuk Indonesia, turun signifikan dari 32 persen. Kesepakatan ini dianggap sebagai keberhasilan tim negosiasi RI di tengah dinamika perdagangan global.

Namun menurut Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori, penurunan tarif dagang AS itu tetap tidak berimbang dengan kondisi Indonesia.

"Tarif negosiasi 19 persen yang telah disepakati ini bukanlah sebuah keberhasilan, Bapak Presiden Prabowo Subianto. Logika perdagangan umum yang dipahami secara teori maupun praktek didasarkan pada suka sama suka, bukan melalui tekanan. Bahkan hasil negosiasi yang telah dilakukan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto secara nasionalisme menunjukkan ketidakimbangan posisi negara berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," kata Defiyan kepada RMOL, Rabu malam, 16 Juli 2025.


Lanjut dia, dalam konteks geopolitik perdagangan internasional dan bertetangga yang baik (good neighborhood) jelas akan merugikan posisi Indonesia. 

"Negara lain, tentu akan meminta hal yang sama terkait hasil 19 persen tarif impor untuk Indonesia dan nol persen bagi negara mereka. Hal ini secara langsung akan memperburuk posisi neraca pembayaran dan perdagangan apalagi terkait komoditas hajat hidup orang banyak. Kesepakatan ini menunjukkan pendekatan kolonialisme-merkantilisme yang telah berakhir empat abad yang lalu," jelasnya.

Ia mencontohkan, misalnya rencana kewajiban impor minyak dari AS maka akan sangat membahayakan posisi Pertamina dan Indonesia. 

"Tidak bisa kerja sama perdagangan dibangun di atas logika koloni dagang! Dan, tidak juga didasarkan pada ketidakimbangan tarif dagang yang merugikan kepentingan nasional (national interest). Apalagi tarif nol persen itu sangat menyasar pada kepentingan Presiden Prabowo Subianto sendiri dalam mengangkat sektor industri agro maritim, bisa layu sebelum berkembang oleh hasil kesepakatan tarif dagang 0 dan 19 persen ini," pungkasnya. 

Dalam kesepakatan ini, Indonesia diwajibkan membeli produk energi AS senilai 15 miliar Dolar AS (sekitar Rp244 triliun), produk pertanian sebesar 4,5 miliar Dolar AS (sekitar Rp73 triliun), dan 50 pesawat Boeing 777.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya