Asosiasi Pengusaha Awak Kapal Indonesia (APAKINDO) menanggapi dinamika yang sedang berkembang terkait perizinan Usaha Keagenan Awak Kapal “Ship Manning Agency” yang melaksanakan aktivitas perekrutan dan penempatan pelaut Indonesia ke luar negeri.
APAKINDO menegaskan sikap untuk menghormati seluruh bentuk perizinan yang diterbitkan oleh instansi berwenang, yaitu Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Ketiga lembaga tersebut, Kemenhub, KP2MI dan KKP memiliki tugas dan kewenangan yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan peran masing-masing lembaga justru saling menguatkan dalam upaya pelindungan terhadap pelaut Indonesia yang bekerja di luar negeri,” ucap Ketua APAKINDO, Riza Ghiyats Fakhri dalam keterangannya, Kamis, 12 Juni 2025.
Lanjut dia, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 127/PUU-XXI/2023 memberi pesan yang jelas bahwa pelindungan terhadap pelaut Indonesia yang bekerja di luar negeri bukanlah tugas satu lembaga semata, melainkan tanggung jawab bersama.
“Tidak terdapat satu pun poin dalam putusan tersebut yang menyatakan bahwa produk perizinan yang diterbitkan oleh Kemenhub yaitu Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) atau Surat Izin Usaha Keagenan Awak kapal (SIUKAK) tidak berlaku,” jelasnya.
Putusan MK tersebut hanya memutuskan persoalan status pelaut Indonesia yang bekerja di luar negeri apakah termasuk (menjadi bagian) dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau bukan, di mana akhirnya diputuskan oleh MK bahwa itu masuk dalam bagian sebagai PMI.
“Artinya, hemat kami, Kemenhub tetap menjalankan kewenangannya sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang sebagian telah diubah melalui UU No. 66 Tahun 2024. Aturan pelaksanaannya telah diatur melalui PP No. 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran serta Permenhub No. PM 12 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Transportasi dan Permenhub No. PM 59 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan di Perairan,” bebernya.
Masih kata Riza, dalam hal perlindungan awak kapal, pemerintah melalui UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, secara tegas membedakan pengaturan ketenagakerjaan antara pekerja umum di sektor pelayaran dan awak kapal.
Pasal 337 undang-undang tersebut menyatakan bahwa ketentuan ketenagakerjaan secara umum berlaku bagi pekerja selain awak kapal. Sementara itu, bagi awak kapal, diberlakukan ketentuan khusus yang diatur melalui Perjanjian Kerja Laut (PKL), sebagaimana tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel), UU No. 15 Tahun 2016 tentang Pengesahan Maritime Labour Convention (MLC) 2006, serta berbagai perjanjian pelayaran lainnya.
“Pengaturan khusus ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum yang sesuai dengan karakteristik kerja di laut yang memiliki tingkat risiko dan kondisi kerja yang berbeda dibandingkan dengan pekerjaan di darat,” ungkap dia.
Salah satu kekhususan bagi Awak Kapal, misalnya soal dokumen PKL yang harus diketahui atau disahkan oleh Kemenhub melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) “Kesyahbandaran” di masing-masing wilayah/daerah. Hal itu jelas diatur dalam KUHD, UU Pelayaran beserta aturan turunannya. Bahkan, dalam aturan turunan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia “UU PPMI”, yaitu PP No. 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran “PP 22/2022”, khususnya Pasal 1 ayat (8) menyatakan bahwa“Perjanjian Kerja Laut yang selanjutnya disingkat PKL adalah perjanjian kerja perseorangan yang dibuat dan ditandatangani antara awak kapal dengan pihak yang bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kerja atau Prinsipal yang memuat hak dan kewajiban para pihak dan disahkan oleh syahbandar”.
Proses penyijilan Buku Pelaut dan Pengesahan PKL di Kesyahbandaran tersebut, diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub No. SE-DJPL 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perizinan Usaha Keagenan Awak Kapal (Ship Manning Agency) pada angka 5 huruf f poin 1, pelaksanaan penyijilan (sign on-oJ) pada Buku Pelaut dan Pengesahan PKL dilengkapi dengan persyaratan: Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Collective Bargaining Agreement (CBA), Medical Check Up (MCU), Asuransi atau Jaminan Sosial dan Izin/Surat Persetujuan bekerja dari Orangtua/Keluarga Awak Kapal yang diketahui oleh pihak Kelurahan/Desa.
Selama ini, perusahaan pemilik SIUPPAK atau SIUKAK dalam melaksanakan kegiatan pengesahan PKL di Kesyahbandaran sebelum awak kapal ditempatkan ke luar negeri, perusahaan harus membuat akun perusahaan di laman resmi Kemenhub.
“Proses pengesahan PKL tersebut merupakan satu kesatuan dengan proses penyijilan pada dokumen Buku Pelaut yang dimiliki oleh awak kapal. Salah satu syarat wajib untuk membuat akun, adalah dengan mengunggah salinan dokumen SIUPPAK atau SIUKAK, barulah kemudian akun akan aktif (bisa digunakan) atau akun diaktifkan oleh admin pengelola laman Kemenhub. Lalu, proses permohonan pengesahan PKL dan penyijilan Buku Pelaut diajukan melalui akun itu secara online,” jelasnya lagi.
Di sisi lain, KP2MI mengatur dan menerbitkan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) dan Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI) sesuai ketentuan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang diperkuat oleh PP Nomor 22 Tahun 2022 dan Permen KP2MI Nomor 1 dan 2 Tahun 2025.
Kemudian, KKP juga berperan dalam penerbitan Tanda Lulus Seleksi Teknis sebagai bagian dari syarat administratif bagi manning agency sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2022 yang merupakan turunan dari UU No. 18 Tahun 2017.
Sehingga penyesuaian terhadap regulasi terbaru tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan manning agency penempatan awak kapal ke kapal luar negeri yang memiliki SIUPPAK atau SIUKAK saja. Akan tetapi manning agency yang sudah memiliki SIP3MI dan belum memiliki bukti lulus seleksi teknis dari KKP pun harus menyesuaikan atau dengan kata lain harus melakukan kegiatan seleksi teknis di KKP.
“Sebagai wadah resmi para pelaku usaha keagenan awak kapal, APAKINDO berkomitmen untuk taat dan patuh terhadap seluruh regulasi yang dikeluarkan oleh ketiga lembaga tersebut. Kami percaya, kepatuhan terhadap aturan hukum nasional adalah kunci untuk menciptakan tata kelola penempatan pelaut yang lebih tertib dan berintegritas,” tutur Riza.
Selain itu, APAKINDO mendorong pemerintah untuk segera melakukan harmonisasi dan penyelarasan kebijakan lintas sektor.
“Dengan regulasi yang lebih terintegrasi dan sederhana, sehingga iklim usaha keagenan awak kapal menjadi lebih positif, sekaligus membuka peluang kerja lebih luas bagi masyarakat selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan Asta Cita, khususnya pada peningkatan kesempatan kerja dan pelindungan terhadap tenaga kerja Indonesia,” pungkasnya.