Berita

Wakil Presiden ke-6 RI Jenderal (Purn) Try Sutrisno bersama AA LaNyalla Mahmud Mattalitti/Ist

Politik

Try Sutrisno Simbol Perjuangan Kembali ke UUD 1945 Asli

SELASA, 03 JUNI 2025 | 23:00 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Anggota DPD/MPR, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengingatkan semua pegiat konstitusi, baik dari kalangan akademisi, praktisi, politisi, hingga purnawirawan TNI-Polri untuk tetap fokus kepada tujuan awal mengembalikan Pancasila sebagai nilai atas pasal-pasal di dalam Konstitusi Indonesia.

Ketua DPD RI ke-5 itu juga mengajak semua kalangan yang selama ini memperjuangkan agar Indonesia kembali menjalankan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa untuk fokus berbicara di ranah fundamental.

LaNyalla meminta semua pegiat konstitusi untuk mendengar nasihat dan wejangan tokoh senior yang telah disepakati sebagai simbol perjuangan kembali ke UUD 45, yakni Wakil Presiden ke-6 RI Jenderal (Purn) Try Sutrisno. 


Dalam beberapa kesempatan, Try Sutrisno menyampaikan agar bangsa ini wajib kembali ke UUD 1945 asli agar selamat dalam mengemban cita-citanya. Terakhir yang cukup menggerkan publik, Try Sutrisno menyetujui adanya tuntutan Forum Purnawirawan TNI yang poin pertamanya bicara kembali ke UUD 1945.

Menurut Try Sutrisno yang dikutip LaNyalla, perubahan UUD 1945 tahun 1999 hingga 2002 silam sebagai faktor penyebab Indonesia kehilangan jati diri bangsa dan mengalami banyak paradoks. 

“Sehingga kita harus istiqomah berjuang di wilayah itu. Tidak perlu energi kita terseret untuk hal-hal yang bersifat kuratif dan karitatif. Bangsa ini akan kembali berjaya bila kedaulatan kembali ke tangan rakyat, melalui lembaga penjelmaan seluruh rakyat di MPR, karena di situ tidak hanya diisi peserta pemilu, tetapi juga utusan-utusan yang lengkap,” tandas penggagas Presidium Konstitusi itu dalam keterangannya, Selasa, 3 Juni 2025.

Lanjut dia, sudah terlalu banyak dan lengkap hasil kajian serta studi yang menyatakan bahwa Amandemen tahun 1999 hingga 2002 telah mengganti konstitusi Pancasila dengan konstitusi baru yang liberal dan individualisme. 

Pasalnya, Amandemen saat itu tidak dilakukan dengan pola adendum, dan menghapus semua Bab Penjelasan.  

“Ini yang harus kita kembalikan. Nah setelah kembali, baru kita adendum untuk memastikan agar kelemahan yang ada, yang pernah terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru bisa kita pastikan tidak terulang. Termasuk mengakomodasi semangat dan tuntutan reformasi saat itu, tentang pembatasan masa jabatan presiden, dan lainnya,” pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya