Berita

Makmur Sianipar/Ist

Publika

Mengembalikan Ormas ke Jalan Konstitusi

Oleh: Makmur Sianipar*
MINGGU, 01 JUNI 2025 | 06:50 WIB

FENOMENA menjamurnya organisasi kemasyarakatan (Ormas) di Indonesia bak dua sisi mata uang. Di satu sisi, keberadaan hampir 600 ribu Ormas mencerminkan dinamika masyarakat sipil yang beragam dan partisipatif. Berbagai latar belakang Ormas, mulai dari keagamaan, afiliasi politik, kesukuan, hingga kepemudaan, menunjukkan kekayaan khazanah sosial bangsa. 

Ormas  di Indonesia sejatinya lahir dari semangat kebersamaan dan gotong royong, di mana masyarakat membentuk wadah untuk menyalurkan aspirasi serta membantu pembangunan sosial, ekonomi, dan politik.
 
Namun, sorotan tajam kini tertuju pada segelintir Ormas yang justru menimbulkan keresahan dan praktik premanisme di tengah masyarakat. Sebagian Ormas telah bertransformasi menjadi kelompok yang cenderung melakukan praktik premanisme. Bentrokan antar Ormas, pemaksaan pungutan liar, pemerasan, aksi kekerasan, dan bahkan mengganggu stabilitas ekonomi dengan menutup pabrik serta mengintimidasi dunia usaha, tidak hanya mencoreng citra ormas yang berfungsi positif, tetapi juga menciptakan ketidakamanan di masyarakat.
 

 
Situasi ini seolah mengamini tesis Ian Douglas Wilson dalam bukunya, "Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru". Wilson secara lugas menggambarkan bagaimana Ormas, alih-alih menjadi agen pemberdayaan masyarakat, justru kerap kali menjelma menjadi instrumen politik transaksional dan ajang perebutan "jatah" kekuasaan di ruang publik. Premanisme di Indonesia berakar dalam dinamika politik patronase, di mana kelompok-kelompok tertentu memperoleh legitimasi dari aktor politik demi kepentingan ekonomi atau kekuasaan. Kekosongan regulasi dan lemahnya penegakan hukum pasca-Orde Baru disinyalir menjadi lahan subur bagi tumbuh suburnya praktik premanisme yang berlindung di balik legitimasi organisasi.
 
Praktik "jatah preman" ini termanifestasi dalam berbagai bentuk. Rebutan wilayah kekuasaan antar Ormas adalah representasi paling vulgar dari persaingan memperebutkan sumber daya dan pengaruh di tingkat akar rumput. Pemaksaan pungutan liar THR menjelang hari raya bukan hanya merugikan pelaku usaha, tetapi juga mencerminkan mentalitas "meminta paksa" yang jauh dari nilai-nilai luhur organisasi kemasyarakatan. Lebih mengkhawatirkan lagi, tindakan Ormas yang mengganggu bahkan menutup operasional perusahaan, seperti yang terjadi baru-baru ini, jelas-jelas menghambat investasi dan menciptakan iklim usaha yang tidak kondusif.
 
Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan fungsi Ormas yang seharusnya menjadi wadah aspirasi dan pemberdayaan masyarakat, justru menjadi alat untuk melakukan tindakan intimidasi dan pemerasan terhadap  masyarakat.
 
Ironisnya, sebagian Ormas justru menggunakan atribut yang menyerupai seragam militer atau kepolisian, termasuk penggunaan baret khas TNI. Mereka bertindak seperti kelompok paramiliter dengan seragam mirip tentara, yang semakin mengaburkan batas antara sipil dan militer. Hal ini tidak hanya membingungkan masyarakat, tetapi juga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang dan menciptakan kesan bahwa Ormas tersebut memiliki kekuatan di atas hukum.
 
Melihat kompleksitas permasalahan ini, langkah pemerintah membentuk satuan tugas penindakan premanisme patut diapresiasi. Namun, upaya represif semata tidak akan menyelesaikan akar persoalan. Diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan, yang tidak hanya menindak pelaku premanisme tetapi juga menata ulang ekosistem Ormas di Indonesia.
 
Beberapa solusi strategis untuk menertibkan Ormas yang melakukan aksi premanisme, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip negara hukum.  Pertama, revisi Undang-Undang Ormas yang Komprehensif dan Tegas. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 dan UU No. 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, beserta perubahannya, perlu dievaluasi secara menyeluruh. 

Revisi undang-undang ini harus memperketat persyaratan pendirian Ormas, memperjelas batasan kegiatan Ormas, dan memberikan sanksi yang tegas bagi Ormas yang terbukti melakukan tindakan premanisme atau melanggar hukum. Undang-undang yang baru harus mampu membedakan antara Ormas yang murni  bergerak untuk kepentingan masyarakat dengan Ormas yang hanya menjadi kedok praktik premanisme.
 
Kedua, penegakan hukum yang konsisten dan tanpa pandang bulu. NKRI adalah negara hukum. Oleh karena itu, setiap tindakan premanisme, termasuk yang dilakukan oleh oknum Ormas harus ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Aparat penegak hukum tidak boleh ragu atau takut untuk menindak Ormas atau anggotanya yang melakukan pelanggaran hukum, tanpa terpengaruh oleh kekuatan politik atau massa dibalik  Ormas tersebut. Konsistensi dalam penegakan hukum akan memberikan efek jera dan menunjukkan bahwa tidak ada tempat bagi praktik premanisme di negara ini.
 
Ketiga, larangan penggunaan atribut militer atau kepolisian. Penggunaan seragam atau atribut yang menyerupai militer atau kepolisian oleh Ormas harus dilarang secara tegas. Hal ini untuk menghindari kebingungan di masyarakat, mencegah penyalahgunaan wewenang, dan menghilangkan kesan intimidatif yang seringkali ditimbulkan oleh atribut tersebut. Pemerintah perlu mengeluarkan regulasi yang jelas mengenai atribut Ormas dan melakukan sosialisasi serta penindakan bagi Ormas yang melanggar.
 
Keempat,  pemberdayaan dan pembinaan Ormas yang konstruktif. Pemerintah tidak hanya bertugas menindak Ormas yang bermasalah, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk membina dan memberdayakan Ormas yang memiliki kontribusi positif bagi masyarakat. Program-program pembinaan yang fokus pada peningkatan kapasitas organisasi, pemahaman hukum, dan nilai-nilai kebangsaan perlu digalakkan. Pemerintah juga dapat memfasilitasi dialog dan kolaborasi antar Ormas yang berbeda latar belakang untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
 
Kelima, peningkatan literasi hukum dan kesadaran masyarakat. Masyarakat perlu diedukasi mengenai hak dan kewajiban mereka dalam berorganisasi, serta bahaya dan dampak negatif dari praktik premanisme. Peningkatan literasi hukum akan membantu masyarakat untuk lebih kritis terhadap aktivitas Ormas dan berani melaporkan tindakan premanisme kepada pihak berwenang.
 
Menertibkan Ormas yang melakukan aksi premanisme adalah tugas yang kompleks dan membutuhkan sinergi dari berbagai pihak. Pemerintah, aparat penegak hukum,  dan masyarakat sipil memiliki peran penting dalam menciptakan ekosistem Ormas yang sehat dan berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa.
 
Dengan penegakan hukum yang tegas, regulasi yang jelas, pembinaan yang berkelanjutan, dan kesadaran masyarakat yang tinggi, diharapkan bayang-bayang "politik jatah preman" dapat dihilangkan dan Ormas kembali pada khitahnya sebagai agen pemberdayaan masyarakat dan pilar demokrasi.
 
Menertibkan Ormas yang menyalahgunakan identitasnya bukan berarti mengekang kebebasan berserikat yang dijamin oleh konstitusi. Justru, langkah ini harus dilakukan untuk memastikan bahwa kebebasan berserikat tidak digunakan sebagai tameng untuk tindakan yang merugikan masyarakat. Dengan demikian, ormas dapat berfungsi sesuai dengan tujuan awalnya, yaitu sebagai wadah untuk membangun masyarakat yang lebih baik.
 
*Penulis adalah Advokat dan Konsultan Hukum, Senior Fellow Research Institute for Ethical Business and  Political  Leadership Development (Rebuild)

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Usut Tuntas Bandara Ilegal di Morowali yang Beroperasi Sejak Era Jokowi

Senin, 24 November 2025 | 17:20

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

UPDATE

Duka Banjir di Sumatera Bercampur Amarah

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:04

DKI Rumuskan UMP 2026 Berkeadilan

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:00

PIER Proyeksikan Ekonomi RI Lebih Kuat pada 2026

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:33

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

Kemenhut Cek Kayu Gelondongan Banjir Sumatera Pakai AIKO

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:00

Pemulihan UMKM Terdampak Bencana segera Diputuskan

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:35

Kaji Ulang Status 1.038 Pelaku Demo Ricuh Agustus

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:28

Update Korban Banjir Sumatera: 836 Orang Meninggal, 509 Orang Hilang

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:03

KPK Pansos dalam Prahara PBNU

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:17

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Selengkapnya