Berita

Diskusi publik bertajuk “Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjajat HAM?” yang dilangsungkan di Grand Syahid, Jakarta, pada Sabtu 24 Mei 2025/RMOL

Politik

Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Aktivis 98: Apakah Bangsa Sudah Kehilangan Nurani?

SABTU, 24 MEI 2025 | 18:23 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Aktivis 98 merespons wacana pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Aktivis Reformasi 1998 menilai wacana tersebut sebagai sesuatu yang tidak pantas.

Demikian disampaikan Aktivis 98 Mustar Bonaventura dalam diskusi publik bertajuk “Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjajat HAM?” yang dilangsungkan di Grand Syahid, Jakarta, pada Sabtu 24 Mei 2025. 

“Ini forum yang sangat terhormat. Saya pikir di peringatan (27 tahun Reformasi) ini bukan karena kita tidak move on,” kata Mustar mengawali pernyataannya. 


Ia mengaku sempat khawatir dengan minimnya peserta yang berani berdiskusi mengenai Soeharto. Namun, Mustar terkejut karena ternyata masih banyak yang hadir dan berani menyuarakan pendapat.

“Ada yang berani nggak ya dalam acara diskusi dengan bertema soal Soeharto? Ternyata ini di luar ekspetasi bahwa masih banyak orang yang datang dan punya keberanian untuk diskusi seperti ini,” ungkap Mustar.

Namun demikian, Mustar menilai bahwa wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto sangat mengganggu. Ia menegaskan bahwa Soeharto adalah sosok yang selama 32 tahun kekuasaannya telah menimbulkan persoalan besar bagi bangsa.

Menurut Mustar, bangsa Indonesia belum selesai menuntaskan tugas kebangsaannya dan semangat untuk melawan upaya-upaya tersebut harus terus dijaga.

“Saya berpikir bahwa apakah bangsa ini memang sudah sangat kehilangan hati nurani, sudah kehilangan hatinya, sehingga sampai gelar itu pun dibutuhkan. Walaupun bisa kita perdebatkan panjang, gelar itu ukuran yang sangat tidak ada satu katapun untuk pantas kita berikan kata pahlawan untuk Soeharto,” jelas Mustar.

Lebih jauh, Mustar menegaskan bahwa keberanian untuk menolak wacana ini harus tetap dijaga sebagai bentuk penghormatan kepada para korban tragedi masa lalu.

“Bukan untuk kita, bukan untuk sejarah bangsa, tapi adalah untuk semua tragedi korban yang sudah meninggalkan kita," pungkasnya.

Diskusi tersebut menghadirkan sejumlah tokoh aktivis 98, di antaranya Ray Rangkuti, Ubedillah Badrun, Mustar Bonaventura, Abraham Samad, Bela Ulung Hapsara, Anis Hidayah, Jimly Fajar, dan Hengki Kurniawan.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya