Berita

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar/Ist

Hukum

Penafsiran Serampangan Obstruction of Justice Pintu Masuk Otoritarianisme Hukum

JUMAT, 25 APRIL 2025 | 00:19 WIB | LAPORAN: IDHAM ANHARI

Penetapan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar sebagai tersangka perintangan penyidikan atau obstruction of justice oleh Kejaksaan Agung memunculkan pertanyaan serius. 

Aktivis HAM dan pemerhati politik dan hukum, Raihan Muhammad berpendapat, di dalam negara hukum yang sehat, kebebasan pers dan penegakan hukum seharusnya berjalan beriringan bukan saling menegasi.

Menurut dia, ketika hukum dipakai sebagai reaksi terhadap kritik, maka yang sedang dipertahankan bukanlah keadilan, tetapi kenyamanan kekuasaan. 


“Penafsiran yang serampangan terhadap obstruction of justice adalah pintu masuk bagi otoritarianisme hukum yang dibungkus legitimasi prosedural,” kata Raihan Muhammad dalam opininya di Kompas.com, dikutip redaksi, Kamis 24 April 2025. 

“Ketika aparat penegak hukum mulai menilai kritik sebagai bentuk gangguan, lalu memaksakan pasal pidana tanpa dasar kausalitas yang memadai, maka hukum kehilangan orientasi dasarnya: keadilan,” tambahnya menegaskan. 

Sebab, di dalam hukum pidana, setiap tindak pidana sejatinya harus ditopang oleh unsur actus reus (perbuatan nyata) dan mens rea (niat jahat), serta memiliki hubungan sebab-akibat yang logis terhadap terhambatnya fungsi lembaga hukum. 

Jika tidak memenuhi ketiganya, obstruction of justice hanya tinggal label politis, bukan lagi alat legal. 

“Tak berlebihan jika dicap sebagai akal-akalan. Penegakan hukum bukan sekadar menempelkan pasal, melainkan menegakkan keadilan dalam batas ruang tafsir yang ketat,” ujarnya. 

Celaka apabila tudingan obstruction of justice hanya dipengaruhi sentimen terhadap pemberitaan negatif, hal ini bukan hanya merusak integritas hukum pidana, tetapi juga menempatkan siapa pun yang vokal dalam bahaya permanen.

“Dibungkam atas nama ketertiban hukum,” katanya mengingatkan. 

Memang, di dalam pasal 21 UU tipikor yang disangkakan Kejaksaan Agung kepada Tian Bahtiar menggunakan frasa “secara langsung atau tidak langsung,”. 

Akan tetapi, menurut Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES ini, tidak serta merta menjadikan semua tindakan yang memiliki pengaruh terhadap opini publik sebagai bentuk penghalangan proses peradilan. 

Harus ada intensi yang jelas dan terarah, serta dampak yang nyata terhadap terganggunya fungsi penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan pengadilan. 

“Apakah narasi kritis yang dimuat di media?"meskipun “disponsori”?"secara yuridis dapat dikonstruksikan sebagai faktor yang menggagalkan proses hukum? Jika tidak ada intervensi terhadap alat bukti, saksi, atau aparat penegak hukum, maka konstruksi obstruction menjadi lemah,” kata dia. 

Justru, sambung Raihan, dengan membiarkan pasal ini digunakan secara longgar bakal menciptakan preseden buruk, yakni bahwa siapa pun yang mengganggu kenyamanan institusi penegak hukum lewat opini bisa dijerat pidana. 

“Ini berbahaya. Karena sejatinya hukum bukan alat untuk menjaga reputasi institusi, melainkan untuk menjaga keadilan substantif,” pungkasnya. 

Sebelumnya Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bachtiar sebagai tersangka dugaan karena diduga merintangi Kejagung dalam penyidikan kasus timah dan impor gula. 

Tian diduga melakukan rekayasa dalam pembuatan konten pemberitaan di JakTV untuk mengubah opini masyarakat mengenai kasus korupsi komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah dan kasus impor gula dengan tersangka Tom Lembong.

Tian Bahtiar diduga melanggar Pasal 21 UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHAP.



Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya