Berita

Ilustrasi/RMOL

Bisnis

Dampak Tarif Trump Lebih Dahsyat dari Krisis 1998

SABTU, 12 APRIL 2025 | 00:05 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Beberapa ekonom menilai bahwa tekanan ekonomi akibat tarif impor yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak lebih parah dari krisis pandemi Covid-19. Bahkan ada yang menyebut situasi saat ini jauh dari skala krisis 1998. 

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Andalas Profesor Syafruddin Karimi menganggap hal itu mencerminkan kegagalan dalam membaca spektrum risiko jangka panjang dan dinamika geopolitik global yang berubah drastis.

Menurutnya, kebijakan tarif impor Trump bisa berdampak serius bagi perekonomian dalam negeri.


Ia menuturkan krisis pandemi memang menghantam sisi permintaan secara simultan dan melumpuhkan aktivitas ekonomi secara tiba-tiba, sedangkan krisis akibat tarif Trump menyusup secara perlahan namun sistemik.

“Melemahkan perdagangan global, merusak rantai pasok, menurunkan daya saing negara berkembang, dan menciptakan struktur tekanan permanen lewat ketidakpastian kebijakan dagang,” kata Prof. Syafruddin kepada wartawan, Jumat, 11 April 2025.

Lebih jauh, akademisi yang dikenal kritis ini menjelaskan tarif digunakan bukan sekadar sebagai instrumen ekonomi, tetapi sebagai senjata geopolitik untuk memaksa negara lain tunduk pada kepentingan satu kekuatan. 

“Dalam konteks ini, dampaknya lebih berbahaya karena menyasar jantung kedaulatan ekonomi negara-negara yang menjadi sasaran,” ujarnya.

“Dibandingkan dengan krisis 1998 yang dipicu runtuhnya sistem moneter dan arus modal, situasi hari ini justru memperlihatkan pergeseran dari krisis finansial ke krisis kepercayaan terhadap tatanan ekonomi global,” sambungnya.

Menurutnya, jika para ekonom masih melihat tekanan tarif hari ini sebatas gangguan teknis biasa, tanpa melihat dimensi kekuasaan dan tekanan struktural yang menyertainya, maka mereka sedang melihat badai dengan kacamata kabut.

“Sudah saatnya analisis ekonomi tidak berhenti pada angka-angka makro semata, tetapi membaca arah kekuatan global dan posisi tawar bangsa-bangsa,” tegas dia.

“Karena krisis ekonomi bukan hanya tentang keruntuhan nilai tukar atau pertumbuhan negatif—tetapi juga tentang kehilangan kendali atas nasib sendiri dalam sistem ekonomi dunia yang semakin tak adil,” tutupnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya