Berita

Wakil Ketua Umum Bidang Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri dan Proyek Strategis Nasional Kadin, Akhmad Ma'ruf (kedua dari kiri)/Ist

Bisnis

Kadin Minta Percepat Izin PSN untuk Hilirisasi, Ini Sebabnya

SENIN, 07 APRIL 2025 | 18:32 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyarankan Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah konkret melindungi industri di dalam negeri akibat penerapan tarif resiprokal Pemerintah Amerika Serikat. 

Wakil Ketua Umum Bidang Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan  Industri dan Proyek Strategis Nasional Kadin, Akhmad Ma'ruf menuturkan, langkah konkret pemerintah dibutuhkan untuk mengurangi dampak PHK massal dan menjaga stabilitas sosial ekonomi di Indonesia.

"Kami percaya bahwa dengan langkah yang tepat, Indonesia, khususnya di Kepulauan Riau dapat tetap menjadi pusat industri yang berkembang pesat," tutur Akhmad Ma'ruf dalam keterangannya, Senin, 7 April 2025.


Ma'ruf mengaku khawatir terhadap kondisi ekonomi global pascapenerapan tarif perdagangan baru oleh Presiden Donald Trump terhadap negara mitra dagang, termasuk Indonesia. 

Ia mengatakan, dengan baseline tarif 10 persen dan tarif resiprokal 32 persen untuk produk-produk asal Indonesia, dikhawatirkan muncul dampak negatif terhadap perekonomian nasional.

Selain itu, Kadin juga khawatir kebijakan Pemerintah AS ini menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar AS dan memperburuk situasi tenaga kerja dan ekonomi daerah, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau. 

Untuk mengatasi berbagai potensi dampak negatif dari penerapan tarif resiprokal AS ini, Kadin menyarankan sejumlah hal kepada Pemerintah Indonesia.

"Pertama, mendorong Pemerintah untuk memperbaiki praktik perdagangan dengan mempercepat harmonisasi regulasi terkait izin impor, kebijakan TKDN, registrasi ekspor, sertifikasi Halal, dan persyaratan lainnya yang dianggap diskriminatif," tutur Ma'ruf.

Selain itu, pemerintah juga diminta memprioritaskan penguatan pendekatan bilateral dengan Pemerintah Amerika Serikat untuk mengatasi hambatan perdagangan. 

Dua, kata Ma'ruf, khusus untuk Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Perdagangan Bebas, serta dengan ekspor langsung ke pasar Amerika mencapai 25 persen, perlu diberikan perhatian khusus untuk disarankan menjadi "Foreign Trade Zone" dan diberikan status "Privileged Foreign Status". 

Menurutnya, hal ini penting karena BBK saat ini tidak dikenakan aturan kepabeanan, termasuk bea masuk dan PPN/PPNBM pada barang impor. Tiga, pemerintah juga diminta memperhatikan persaingan dengan Malaysia, terutama dengan dibentuknya "Johor-Singapore Special Economic Zone" yang hanya dikenakan tarif resiprokal 24 persen (khusus Solar PV, Malaysia mendapatkan reduced tariff dari 17,84 persen menjadi 6,43 persen) untuk ekspor tujuan Amerika Serikat.

Ma'ruf mengakui, kondisi ini sangat memukul FDI di Batam. Menurut Kadin, tanpa perubahan tarif (tetap 32 persen), berpotensi terjadinya diverting atau switching production ke Malaysia. Mengingat banyak FDI di Batam juga memiliki pabrik di Malaysia, Vietnam, Filipina, Thailand, serta negara lainnya seperti China dan India. 

"Empat, mendorong percepatan perizinan melalui Satgas Evaluasi Penghambat Investasi, khususnya untuk proyek-proyek strategis nasional, kawasan industri, dan kawasan ekonomi khusus yang menjadi motor penggerak industri nasional," tegasnya.

Ma'ruf mengatakan, percepatan perizinan di bidang pertanahan, lingkungan, dan perizinan dasar lainnya sangat penting untuk mendukung operasional industri. Diketahui, ada tujuh Proyek strategis Nasional (PSN) di Kepulauan Riau, terutama dalam pengembangan hilirisasi sumber daya alam yang memerlukan perhatian khusus dalam percepatan perizinan dasar. 

Saran Kadin yang kelima, yakni, meminta pemerintah memberi perhatian khusus pada Kepulauan Riau yang saat ini memiliki 26 perusahaan manufaktur Solar PV dan pengembangan industri hilirisasi dari pasir silika untuk rantai pasokan Solar PV (seperti ingot, polysilicon, solar cell, dan wafer), serta beberapa perusahaan industri peralatan listrik lainnya.

Menurut Ma'ruf, industri ini menyumbang 25 persen ekspor Kepulauan Riau ke pasar Amerika Serikat atau sekitar 350 juta dolar AS per bulan dan mempekerjakan 10 ribu tenaga kerja langsung serta 30 ribu tenaga kerja tidak langsung. 

"Jika situasi ini berlanjut, akan terjadi kehilangan pekerjaan yang signifikan," tegasnya lagi.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya