Anggota Komisi VII DPR Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono/Ist
Pembangunan Pelabuhan Patimban, Kawasan Industri Subang Smartpolitan dan Bandara Kertajati merupakan tiga Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diproyeksikan untuk meningkatkan konektivitas industri dan logistik.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menyambut baik PSN tersebut namun menekankan tetap harus dilakukan evaluasi. Pasalnya, ia melihat masih ada ketidakakuratan dalam rancangan awal pembangunan.
Seperti diketahui, Kawasan Industri Subang Smartpolitan ini memiliki luas 2.717 hektar dan mulai dibangun pada tahun 2020. Kawasan industri yang dikembangkan oleh PT Suryacipta Swadaya (Suryacipta) telah menyedot anggaran sebesar Rp5 triliun untuk tahap pertama dan rencananya akan beroperasi pada tahun 2024
“Dari hasil kunjungan saya beberapa hari lalu, saya belum melihat adanya industri yang masuk ke kawasan tersebut. Bahkan, infrastrukturnya pun belum siap. Padahal, menurut proyeksi pembangunan, harusnya sudah selesai di 2024,” kata Bambang Haryo, Senin, 10 Maret 2025.
Anggota DPR dari Dapil Jatim I ini menyatakan dalam rancangan pembangunan, Kawasan Industri Subang Smartpolitan ini rencananya akan terintegrasi dengan Pelabuhan Patimban dan Bandara Kertajati.
“Rancangan untuk mengintegrasikan 3 proyek strategis nasional ini, menurut saya kurang tepat. Karena, jarak dari Kawasan Industri Subang Smartpolitan itu ke Pelabuhan Patimban sekitar 60 kilometer dan jarak ke Bandara Kertajati itu sekitar 80 kilometer. Dengan jarak yang demikian jauh ini, menjadi tidak efektif dan akhirnya Industri masih akan terbebani oleh biaya transportasi logistik yang mahal,” ungkap BHS akrab disapa.
Atas dasar itu, ia mempertanyakan rencana pembangunan kawasan industri ini. Karena, untuk mewujudkan integrasi industri dengan pelabuhan, seharusnya jarak kawasan industri itu maksimal 5 kilometer dari lokasi pelabuhan.
“Kalau berada dalam radius 5 kilometer, maka ongkos logistik akan lebih murah, lebih cepat, dan lebih aman. Saya sangat menyayangkan rancangan pembangunan tersebut, dan saat ini yang saya lihat, para pelaku industri belum ada yang mau masuk ke Smartpolitan ini,” bebernya.
BHS menilai kesiapan Pelabuhan Patimban pun belum siap untuk melayani kebutuhan industri peti kemas. Karena, hingga saat ini, Pelabuhan Patimban belum memiliki crane, sebagai alat untuk bongkar muat peti kemas.
Sebagai informasi, Pelabuhan Patimban diproyeksikan akan melayani jenis muatan Peti Kemas dan Kendaraan Bermotor (Car Terminal) yang diangkut menggunakan kapal-kapal berukuran besar.
Pembangunan Pelabuhan Patimban dilaksanakan dalam tiga tahap. Berdasarkan informasi dari Kementerian Perhubungan, tahap pertama 2018-2021, Pelabuhan Patimban direncanakan sudah harus dapat melayani 3,75 juta peti kemas (TEUS). Tahap kedua 2022-2025, kapasitas pelayanan akan ditingkatkan menjadi 5,5 Juta TEUS dan pada tahap ketiga akan meningkat kembali hingga 7 juta TEUS (ultimate).
“Sangat disayangkan percepatan pengadaan crane tidak segera direalisasikan, sehingga pelabuhan patimban sampai dengan saat ini belum bisa menampung kebutuhan bongkar muat peti kemas yang dihasilkan dari industri yang berada di sekitar Pelabuhan Patimban,” tegas BHS.
“Padahal Pelabuhan Patimban ini fokus utamanya untuk pelabuhan peti kemas. Tapi bagaimana bisa tanpa crane yang melayani kapal di dermaga serta crane yang ada di depo kontainer, pelabuhan ini bisa menampung peti kemas yang diangkut oleh kapal kapal peti kemas? Padahal 2021 targetnya sudah harus bisa melayani 3.75 juta peti kemas,” ungkap praktisi maritim tersebut.
Dan hingga saat ia hadir di pelabuhan tersebut, secara tegas ia menyebutkan bahwa belum ada satu peti kemas pun yang ditampung di pelabuhan tersebut.
“Kalau tidak ada crane, bagaimana kapal logistik itu mau merapat ke Patimban? Akhirnya barang hasil industri masih banyak yang dikapalkan ke Tanjung Priok. Sayang banget kan. Padahal hingga awal 2024, anggaran pembangunan pelabuhan ini sudah mencapai hampir Rp40 triliun, tapi hingga saat ini belum berfungsi,” ujarnya.
Ia sangat mengharapkan adanya evaluasi target pembangunan Pelabuhan Patimban dan integrasinya dengan Kawasan Industri Subang Smartpolitan.
“Jangan sampai kedua proyek strategis nasional tersebut mengalami kemacetan atau bahkan bisa dikatakan mangkrak. Apalagi sudah menelan biaya cukup besar. Termasuk Kawasan Industri Subang Smartpolitan yang sudah menelan dana APBN sebesar Rp5 trilliun, untuk kawasan industri seluas 2.700 hektar. Padahal seharusnya dengan dana sebesar itu kawasan industri itu sudah selesai dibangun,” tegasnya lagi.
“Seperti misalnya Kawasan Industri Kuala Tanjung, rencana investasi Rp4,5 triliun untuk pengelolaan kawasan industri seluas 3.000 hektar di Sumatera Utara. Memang ini perencanaan pemerintahan sebelumnya, tapi perlu adanya satu kepastian saat ini untuk percepatan pembangunan proyek strategis nasional tersebut,” pungkas dia.