Berita

Kejagung resmi menahan Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan/Puspenkum Kejagung

Hukum

7 Tersangka Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Ditahan

Rugikan Negara Rp 193 Triliun
SELASA, 25 FEBRUARI 2025 | 05:47 WIB | LAPORAN: BONFILIO MAHENDRA

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.

Ketujuh tersangka adalah Riva Siahaan selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping, dan Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional.

MKAN sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, YRJ sebagai Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera dan DW sebagai Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim.


"Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan yang bersangkutan dinyatakan sehat, selanjutnya tim penyidik melakukan penahanan terhadap para tersangka 20 hari ke depan," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar kepada wartawan, Senin malam, 24 Februari 2025.

Perkara ini bermula saat pemerintah mencanangkan agar pemenuhan minyak mentah wajib berasal dari dalam negeri pada periode 2018-2023.

Sebagai perusahaan BUMN, Pertamina diwajibkan untuk mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri, sebelum merencanakan impor. Hal ini sesuai  Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.

Namun Riva, Sani Sinar dan Agus diduga melakukan pengondisian dalam rapat organisasi hilir (ROH), sehingga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap, namun mengandalkan impor.

"Akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," kata Qohar.

Pada saat yang sama, Qohar menyebut hasil produksi minyak mentah dari dalam negeri oleh KKKS juga dengan sengaja ditolak. 

Alasannya, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harganya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).

"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," kata Qohar.

Perbedaan harga pembelian minyak bumi impor sangat berbeda jauh dibandingkan dari dalam negeri.

"Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun," kata Qohar.

Ketujuh tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.



Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya