Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Uang APBN Hasil Efisiensi Tidak Mungkin untuk Bayar Utang

MINGGU, 16 FEBRUARI 2025 | 10:26 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

TIGA kata kunci dari Presiden Prabowo Subianto ketika mengobrak-abrik APBN untuk menghilangkan kebocoran yakni efisiensi, produktif dan hajat hidup rakyat. Jadi uang hasil pemotongan atau penghematan ini tentu saja diharamkan untuk bayar bunga utang dan jatuh temponya, sebagaimana analisis dan dugaan oposisi.

Sekarang Presiden Prabowo akhirnya bisa bernapas lega. Akhirnya DPR membahas APBN Perubahan dan secara substansi sepakat dengan adanya efisiensi atau pemotongan anggaran kementerian dan lembaga yang dilakukan melalui Instruksi Presiden (Inpres) dan Surat Menteri Keuangan (SMK).

Jadi, dengan demikian dari kalangan legislatif tidak ada yang akan mempersoalkan keabsahan Inpres dan SMK sebelumnya, yang sebetulnya tidak dikenal dalam tata urutan peraturan-perundang undangan di Indonesia. Intinya Presiden Prabowo tidak jadi melanggar UU APBN dan UU keuangan negara, dan lain-lain.

Masalah yang muncul kemudian adalah kemana uang Rp306 triliun akan dialokasikan oleh APBNP? Ini adalah tantangan terbesarnya. Mengapa? Karena tidak mungkin anggaran sebesar itu akan dikembalikan kepada kementerian dan lembaga tertentu lagi dengan alasan efisien dan alasan relokasi ke sektor produktif. 

Sebab kalau dikembalikan ke kementerian dan lembaga lagi maka pemotongan yang dilakukan kemarin melalui Inpres dan SMK, tentu tidak ada gunanya. Uang ini akan kembali lagi ke birokrasi, dan bocor lagi, tidak efisien lagi, tidak produktif lagi. 

Lagi pula jika Rp306 triliun diserahkan ke kementerian dan lembaga tertentu, maka di DPR akan terjadi perdebatan sengit. Sangat sulit mencapai persetujuan atas hal semacam itu mengingat tingginya konflik anggaran diantara kekuatan politik yang ada di DPR. Hal itu sudah tampak dalam perdebatan awal sejak pemotongan anggaran kementerian dan lembaga dilakukan. Sudah capek capek berdebat soal penghematan, eh malah kembali ke awal lagi. Bocor. 

Sebagaimana diketahui, beberapa menteri sudah secara terbuka meminta bagian dari hasil pemotongan angaran tersebut. Menteri ESDM mengatakan bahwa sebaiknya angaran hasil efisiensi diarahkan kepada kegiatan hilirisasi. 

Sementara menteri Badan Gizi Nasional (BGN) telah meminta agar dana tersebut digunakan untuk tambahan dana makan bergizi gratis (MBG) yang sebelumnya dianggarkan Rp70 triliun. Sementara kementerian yang lain belum secara eksplisit mengajukan permintaan.

Sementara Presiden Prabowo sendiri sudah berjanji akan mengarahkan dana tersebut ke sektor produktif yang langsung dirasakan rakyat.  

Tapi bagaimana APBN dapat diarahkan ke sektor yang memproduksi barang dan jasa jasa secara langsung buat rakyat? Apakah ada kementerian yang dapat memproduksi barang dan jasa yang secara langsung? Seperti apa anggaran tersebut akan dialokasikan ke dalam sektor sektor produktif tersebut? Ini pasti rumit lagi.

Ada cara yang selama ini digunakan pemerintah untuk Menjadikan sejumlah anggaran APBN produktif atau digunakan untuk cari untung. Ada dua cara (1) melalui penyertaan modal negara kepada BUMN untuk cari untung. (2) investasi pemerintah ke dalam perusahaan, perbankan, dan lain-lain, untuk cari untung. 

Namun yang cara kedua tidak secara eksplisit diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, walaupun pernah dilakukan pada pemerintahan sebelumnya. Namun semua itu tetap harus melalui persetujuan DPR.

Ada satu lembaga lagi yang baru baru ini berdiri melalui revisi UU BUMN yakni Danantara. Bisa saja dana tersebut ditempatkan seluruhnya di Danantara, lalu Danantara akan mengalokasikan semata dana itu bagi kegiatan produktif, kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa jasa sehingga nanti nya menghasilkan keuntungan dan selanjutnya berkontribusi kembali sebagai sumber pendapatan negara.

Dengan demikian kelihatanya uang hasil efiensi Rp306 triliun ini akan kembali ke tiga program utama presiden Prabowo untuk menggerakkan dua kali lipat ekonomi Indonesia yakni 1) Hilirisasi sumber daya alam. 2). Pembangunan 3 juta rumah dan 3). Membiayai semua perusahaan dengan fasilitas pembiayaan murah pada semua yang terlibat dalam makan bergizi gratis. 

Coba dilihat lagi apakah pembiayaan tiga juta rumah lebih proper, kalau menyangkut hajat hidup orang banyak itu sudah pasti. Ok gas tabrak masuk!

Penulis adalah Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

KPK Ngeles Soal Periksa Keluarga Jokowi

Jumat, 21 Februari 2025 | 19:34

Indonesia Tak Boleh Terus Gelap!

Jumat, 21 Februari 2025 | 19:33

Kepada Ketua DPRD, Tagana Kota Bogor Sampaikan Kebutuhan Ambulans

Jumat, 21 Februari 2025 | 19:20

Kepala Daerah yang Tak Ikut Retret Perlu Dikenakan Sanksi

Jumat, 21 Februari 2025 | 19:19

DPP Golkar Didesak Batalkan SK Pengangkatan Ketua DPRD Binjai

Jumat, 21 Februari 2025 | 19:15

Tantangan Anak Muda Bukan Hanya Cita-cita, Tetapi Ancaman Penyalahgunaan Narkoba

Jumat, 21 Februari 2025 | 19:02

Bareskrim Ungkap Jaringan Judol Internasional Beromzet Ratusan Miliar

Jumat, 21 Februari 2025 | 18:54

HIPMI Yakin Kaltara Bisa Maju di Bawah Kepemimpinan Zainal-Ingkong

Jumat, 21 Februari 2025 | 18:49

Nusron Pecat 6 Pegawai Pertanahan Bekasi

Jumat, 21 Februari 2025 | 18:44

GAK LPT Desak Presiden Terbitkan Perppu Cabut UU KPK

Jumat, 21 Februari 2025 | 18:32

Selengkapnya