Sidang putusan praperadilan Hasto Kristiyanto Vs KPK/RMOL
Gugatan praperadilan yang diajukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP, Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto. Alasannya, gugatan Hasto dianggap tidak jelas atau kabur.
Putusan itu dibacakan langsung Hakim Tunggal, Djuyamto di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Kamis, 13 Februari 2025.
"Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Djuyamto saat membacakan amar putusan di ruang sidang Prof. H. Oemar Seno Adji di PN Jakarta Selatan, Kamis sore, 13 Februari 2025.
Hakim Djuyamto menyatakan, eksepsi dari termohon dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabulkan.
"Menyatakan permohonan oleh pemohon kabur atau tidak jelas," pungkas Hakim Djuyamto.
Dalam persidangan ini, baik kubu Hasto maupun Biro Hukum KPK telah menghadirkan sejumlah saksi, ahli, barang bukti hingga beradu argumen guna meyakinkan hakim akan proses hukum acara yang dilakukan.
Hasto mempermasalahkan tindakan hukum yang dilakukan oleh KPK, mulai dari penetapan tersangka, penggeledahan, hingga penyitaan. Hasto menilai penyidik KPK telah bertindak sewenang-wenang.
Sementara itu, KPK menegaskan telah melakukan proses penegakan hukum sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku.
Hasto Kristiyanto, bersama Donny Tri Istiqomah, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 24 Desember 2024. Mereka menjadi dua tersangka baru dalam kasus yang menjerat buronan Harun Masiku selaku mantan Caleg PDIP, kader PDIP Saeful Bahri, mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, dan mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Tak hanya itu, KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka terkait perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Dalam perkembangan perkaranya, KPK sudah mencegah Hasto dan mantan Menteri Hukum dan HAM sekaligus Ketua DPP PDIP, Yasonna Hamonangan Laoly, bepergian ke luar negeri selama 6 bulan sejak Selasa, 24 Desember 2024.