Presiden Prabowo Subianto tengah berupaya keras mengubah pola pikir dan kebiasaan lama dalam pengelolaan keuangan negara.
Demikian disampaikan aktivis gerakan mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, menanggapi kebijakan Presiden Prabowo memangkas anggaran pemerintah sebesar Rp 306,69 triliun dalam APBN dan APBD tahun anggaran 2025.
Menurutnya, dengan kebijakan tersebut Presiden Prabowo berupaya menutup defisit anggaran dengan lebih mengutamakan pencegahan kebocoran dan korupsi serta melakukan efisiensi dan penghematan dibandingkan menambah utang baru.
“Presiden Prabowo sedang berupaya keras mengubah pola pikir dan kebiasaan lama, misalnya pola pikir dan kebiasaan korup yang bergantung pada utang,” kata Haris Rusly Moti.
“Saya memandang kebijakan Presiden Prabowo menutup defisit bukan dengan utang, tetapi dengan mencegah kebocoran dan korupsi, serta melakukan efisiensi dan penghematan adalah pola pikir dan kebiasaan baru dalam pengelolaan negara,” tambahnya.
Jika mengikuti pola pikir dan kebiasaan lama, sebut Komandan Relawan Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 itu, pemerintah bisa saja kembali mengajukan utang untuk membiayai program-program strategis alias tidak perlu melakukan efisiensi, penghematan, dan pemotongan anggaran kementerian/lembaga serta pemerintah daerah sebesar Rp306 triliun.
Namun, selama ini utang negara menumpuk untuk membiayai kegiatan yang tidak produktif.
“Jika diperhatikan kita menumpuk utang untuk kegiatan yang tidak produktif. Saya menyebutnya sebagai kegiatan ekonomi ‘omong kosong.’ Bayangkan kita berutang untuk membiayai kegiatan perjalanan dinas dan acara-acara seremonial, seminar, FGD, dan lain-lain. Bahkan, kita berutang untuk menutup defisit akibat kebocoran dan korupsi,” jelasnya.
"Pada prinsipnya, kita bukan ekstremis yang antiutang. Namun mestinya utang dikelola untuk kebijakan yang bersifat produktif dan berdampak langsung pada pembangunan kesejahteraan rakyat,” tambahnya.
Moti juga menyoroti bagaimana selama era reformasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak didorong oleh konsumsi yang bersumber dari pengeluaran pemerintah.
“Memang harus diakui sepanjang reformasi arus utama ekonomi kita tumbuh dari konsumsi yang bersumber dari kegiatan omong kosong seperti itu. Pertumbuhan kita disumbang oleh government spending yang mendorong tumbuhnya konsumsi,” jelasnya.
Ia mencontohkan perjalanan dinas pejabat pusat dan daerah telah menjadi bagian dari rantai kegiatan ekonomi yang tidak produktif.
“Misalnya, perjalanan dinas para pejabat pusat dan daerah menjadi rantai kegiatan ekonomi omong kosong yang menumbuhkan perusahaan penerbangan, hotel, restoran, panti pijat, taksi, dan lain-lain,” ujarnya.
Karena itu, ia menilai kebijakan Prabowo untuk tidak bergantung pada utang memiliki konsekuensi besar.
“Saya memandang ketika Presiden Prabowo mengubah haluan yang tidak bergantung pada utang, misalnya, maka konsekuensinya pemerintah harus menutup defisit anggaran dengan mencegah kebocoran dan korupsi, serta melakukan efisiensi dan penghematan,” katanya.
Ia juga menyinggung kebiasaan lama di Kementerian Keuangan yang cenderung nyaman dengan defisit anggaran. Padahal menurutnya, kondisi demikian hanya menjadi alasan dan dasar untuk terus menumpuk utang.
Dalam pandangannya, pengalihan anggaran Rp306 triliun dari kegiatan tidak produktif ke sektor yang lebih berdampak langsung bagi masyarakat adalah langkah besar yang dilakukan Presiden Prabowo.
“Karena itu saya memandang switching anggaran Rp306 triliun dari kegiatan yang tidak produktif atau kegiatan omong kosong kepada kegiatan ekonomi produktif yang berdampak langsung kepada rakyat adalah sebuah revolusi politik dalam pengelolaan negara,” ungkapnya.
Haris juga memperingatkan bahwa kebijakan efisiensi yang dilakukan Prabowo akan menghadapi berbagai tantangan, hambatan dan bahkan guncangan. Sebagai contoh dalam upaya mencegah kebocoran negara di sektor minyak dan gas.
Ia mencontohkan praktik pengoplosan gas elpiji sebagai bentuk kebocoran yang sering terjadi.
“Sebagai contoh, gas elpiji 3 kg diambil, dioplos ke tabung 12 kg, kemudian dijual ke industri. Itu rata-rata 5?"10 persen bocornya. Bahkan, gas elpiji 3 kg ada yang dijual hanya 2,5 kg, bahkan ada yang hanya 2,4 kg,” katanya.
Meskipun demikian, ia mengakui pekerjaan Prabowo merubah kebiasan lama ini bukanlah hal yang mudah. Apalagi membangun pola pikir dan kebiasaan baru untuk menjalankan kebijakan negara yang sejalan dengan dasar konstitusi UUD 1945.
Menurutnya, semangat UUD 1945 menjadi dasar dari kebijakan pemerintahan Prabowo, termasuk Asta Cita dan Program Hasil Cepat.
Ia pun menyebut konsep kebijakan Prabowo ini sebagai Prabowocare.
“Saya menyebutnya Prabowocare. Saya tidak mau menggunakan istilah Prabowonomic, yang terlalu berorientasi pada stabilitas makro dan kadang menciptakan situasi timpang serta tidak seimbang dengan kondisi ekonomi rakyat,” tukasnya.