Berita

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump/Net

Bisnis

BI Ramal Inflasi AS Makin Meningkat, Imbas Trump Effect?

JUMAT, 07 FEBRUARI 2025 | 18:00 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Inflasi di Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan terus meningkat menyusul serangkaian kebijakan yang diterapkan pemerintahan Presiden Donald Trump.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) Bank Indonesia (BI), Juli Budi Winantya menyampaikan, kombinasi kebijakan tarif, insentif pajak, serta pengetatan tenaga kerja akan mendorong inflasi lebih tinggi dan menciptakan ketidakpastian di pasar global.

Menurut Juli, kebijakan tarif yang diberlakukan AS akan berdampak langsung terhadap harga barang dan permintaan dalam negeri, yang pada akhirnya mendorong inflasi lebih tinggi. 

"Tarif ini tentunya akan membuat inflasi Amerika Serikat yang tadi dari sisi demand, dari sisi permintaan, juga akan semakin tinggi. Dari sisi tarif juga akan membuat inflasi Amerika Serikat lebih tinggi," paparnya dalam Pelatihan Wartawan BI di Aceh, Jumat 7 Februari 2025.

Selain itu, kebijakan pemotongan pajak juga berpotensi memperburuk kondisi tersebut. Insentif pajak yang diberikan kepada sektor korporasi di AS diprediksi dapat meningkatkan permintaan, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap lonjakan inflasi.

“Tax ini implikasinya dua, karena dia mendorong pertumbuhan ekonomi ya tentunya juga akan meningkatkan inflasi. Tetapi di sisi lain karena dia memotong tax berarti defisitnya meningkat, yang berarti harus melakukan pembiayaan lebih besar,” imbuh Juli.

Faktor lain yang berpotensi menaikkan inflasi adalah kebijakan terkait tenaga kerja, di mana Administrasi baru AS berencana memperketat aturan terhadap tenaga kerja ilegal, termasuk melakukan deportasi. 

“Pengetatan tenaga kerja ini akan mengurangi ketersediaan tenaga kerja di AS, yang berimplikasi pada kenaikan upah dan inflasi,” jelas Juli.

Dengan peningkatan inflasi, ekspektasi penurunan suku bunga acuan Federal Reserve (FFR) kemungkinan akan tertunda lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Hal ini berpotensi memperpanjang ketidakpastian di pasar global. 

“Ekspektasi penurunan FFR bisa tertunda karena inflasi lebih tinggi akibat kenaikan permintaan dan harga akibat tarif,” pungkasnya.

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025

Senin, 10 Maret 2025 | 11:36

Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini

Senin, 10 Maret 2025 | 11:24

Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa

Senin, 10 Maret 2025 | 11:22

Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong

Senin, 10 Maret 2025 | 11:19

Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya

Senin, 10 Maret 2025 | 11:16

Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:08

Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi

Senin, 10 Maret 2025 | 11:06

Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik

Senin, 10 Maret 2025 | 10:50

Selengkapnya