Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Kini Bisa Copot Pejabat Negara, DPR Ingin Menjadi Super Power?

JUMAT, 07 FEBRUARI 2025 | 11:11 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Peraturan DPR dapat melakukan pencopotan kepada pejabat negara dianggap sebagai aturan yang kacau dan tidak benar. 

Hal itu disampaikan Direktur Pusat Riset Politik, Hukum, dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam merespon revisi Peraturan DPR 1/2020 tentang Tata Tertib yang telah disahkan.

Aturan tersebut mengatur DPR memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pejabat negara yang sebelumnya telah melewati proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR.


"Dalam teori apapun, tidak tepat jika DPR yang telah merekrut pejabat negara kemudian ia juga yang dapat melakukan pencopotan," kata Saiful kepada RMOL, Jumat, 7 Februari 2025.

Menurut Saiful, hal tersebut selain dapat mengganggu independensi lembaga-lembaga negara yang dipilih melalui lembaga politik DPR, juga dapat menyandera pejabat negara yang dipilih melalui parlemen.

"Pengaturan pencopotan pejabat negara oleh DPR merupakan kebijakan yang sembrono dan bertentangan dengan UUD 1945," tegas Saiful.

Menurut akademisi Universitas Sahid Jakarta ini, evaluasi secara berkala bukan berarti dapat melakukan pencopotan, namun hanya terbatas pada kritik, saran dan masukan.

"Jika DPR diberikan hak untuk melakukan pencopotan kepada pejabat negara yang direkrutnya, maka akan menimbulkan pergeseran berubah menjadi sistem parlementer," terang Saiful.

Untuk itu kata Saiful, jangan salahkan jika lembaga seperti Dewas KPK, Hakim Konstitusi dan Hakim Agung akan lebih berhamba kepada DPR daripada melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

"DPR ingin menjelma sebagai lembaga super power sehingga ia ingin MA, MK dan Dewas KPK berada di bawah ketiaknya. Ini tentu sangat berbahaya, karena bukan berarti kewenangan right to confirm DPR dapat melakukan perecallan kepada pejabat negara yang dipilihnya," sambung Ubedilah.

Saiful melihat, kebijakan tersebut menambah kekacauan dan menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada DPR.

"Untuk itu, jika DPR masih mau dianggap sebagai lembaga representasi rakyat, maka sudah saatnya mencabut aturan mengenai recall kepada pejabat negara yang dipilihnya," pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya