Sidang sengketa PIlkada di Mahkamah Konstitusi (MK)/RMOL
Sengketa atau Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, diyakini diterima Mahkamah Konstitusi (MK).
Perselisihan di Barito Utara itu muncul setelah dua kontestan mengklaim kemenangan berdasarkan hasil perhitungan cepat masing-masing.
Kontestan nomor urut 1, Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo mengklaim memperoleh 50,28 persen suara atau 42.280 suara dari total 84.081 suara sah. Sementara, kontestan nomor urut 2, Akhmad Gunadi Nadalsyah dan Sastra Jaya mengklaim meraih 50,32% suara atau 42.615 suara dengan 84.688 suara sah.
Namun, hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Barito Utara menunjukkan hasil yang berbeda. Kontestan nomor urut 1 tercatat meraih 50,04 persen atau 42.310 suara, sedangkan kontestan nomor urut 2 memperoleh 49,96 persen atau 42.302 suara, dengan total suara sah sebanyak 84.612.
Perbedaan hasil ini memunculkan ketegangan, terutama mengingat selisih suara yang sangat tipis, hanya 8 suara, sementara terdapat 30.368 data pemilih tetap (DPT) yang tidak menggunakan hak pilihnya atau surat suara yang tidak sah.
Tim kuasa hukum nomor urut 2 menyoroti adanya dugaan pembiaran dari penyelenggara pemilu di TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru, yang memperbolehkan pemilih mencoblos tanpa membawa KTP elektronik atau data kependudukan yang sah.
Di sisi lain, di TPS 01 Melayu, Kecamatan Teweh Tengah, ditemukan penambahan 3 suara yang tak bertuan, yang menambah kompleksitas perkara ini.
Dalam hal ini, pengamat politik dari Universitas Palangka Raya, Ricky Zulfauzan, menilai bahwa gugatan hasil Pilkada Barito Utara dan Murung Raya memiliki peluang lebih besar untuk dikabulkan oleh MK dibandingkan dengan daerah lainnya.
"Meskipun semua daerah yang mengajukan gugatan memiliki peluang yang relatif merata, Barito Utara dan Murung Raya memiliki peluang yang sedikit lebih besar," kata Ricky kepada wartawan, Rabu, 5 Februari 2025.
Menurut dia, dengan selisih suara yang begitu tipis, dan adanya gugatan terkait dugaan pelanggaran prosedural, pertanyaan yang kini muncul di masyarakat ialah apakah MK akan mengabulkan gugatan ini.
"Jika iya, apakah penyelenggara pemilu yang sama akan tetap bertanggung jawab dalam melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU)," tutur dia.
Dia menambahkan, publik kini menanti keputusan dari MK yang diperkirakan akan menjadi penentu akhir dari Pilkada Barito Utara, yang tak hanya menyangkut hasil akhir tetapi juga integritas penyelenggaraan pemilu di daerah tersebut.