HARGA Pembelian Pemerintah (HPP) gabah memiliki makna penting bagi petani, karena HPP merupakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menyerap atau membeli gabah dari petani.
HPP gabah adalah harga yang digunakan sebagai acuan untuk pembelian gabah oleh pemerintah atau perusahaan, dan biasanya ditetapkan berdasarkan kualitas dan jenis gabah yang dibeli.
Dalam konteks pembangunan pertanian, HPP gabah memiliki peran yang sangat penting karena dapat memengaruhi pendapatan petani, kesejahteraan mereka, dan juga ketahanan pangan nasional.
HPP gabah biasanya ditetapkan pemerintah melalui rapat koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian bersama Kementerian/Lembaga, organisasi petani seperti KTNA, HKTI dan dapat berbeda-beda tergantung pada jenis gabah, kualitas, dan lokasi.
HPP gabah mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, seperti biaya bahan baku, tenaga kerja, dan
overhead pabrik. HPP gabah perlu dihitung dengan cermat agar harga jual gabah kompetitif dan usaha tetap berjalan.
Kesalahan dalam perhitungan HPP dapat menyebabkan harga jual gabah menjadi terlalu tinggi atau rendah. Bagi petani sendiri, HPP gabah memiliki nilai tersendiri dalam kehidupannya.
Setidaknya ada 5 makna penting HPP bagi petani yaitu pertama, terkait dengan aspek pendapatan. HPP gabah merupakan sumber pendapatan utama bagi petani, karena petani menjual gabah mereka kepada pemerintah atau perusahaan dengan harga yang telah ditentukan.
Kedua, berhubungan dengan kesejahteraan. HPP gabah yang tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan petani, karena mereka dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Ketiga, bertalian dengan motivasi. HPP gabah yang tinggi dapat memotivasi petani untuk meningkatkan produksi gabah mereka, karena mereka tahu bahwa mereka akan memperoleh pendapatan yang lebih baik.
Keempat, berkaitan dengan ketahanan. HPP gabah yang stabil dan tinggi dapat membantu petani untuk meningkatkan ketahanan mereka terhadap fluktuasi harga dan perubahan cuaca.
Kelima, berhubungan dengan pengakuan. HPP gabah merupakan pengakuan atas jerih payah petani dalam menghasilkan gabah yang berkualitas.
Dengan demikian, HPP gabah memiliki makna yang sangat penting bagi petani, karena dapat memengaruhi pendapatan, kesejahteraan, motivasi, ketahanan, dan pengakuan mereka.
Lalu, bagaimana dengan kenyataannya di lapangan? Benarkah kelima makna di atas dapat dirasakan kenikmatannya oleh para petani?
Inilah yang sering jadi persoalan para petani di lapangan. Antara harapan dan kenyataan sangat jauh berbeda. Di benak petani, HPP gabah adalah kata kunci terjadinya perbaikan nasib dan kehidupan. Itu sebabnya, ketika pemerintah menaikkan HPP gabah, sebagian besar petani membayangkan bakal tercipta perbaikan kehidupan ke suasana yang lebih baik.
Namun begitu, para petani sering merenung, mengapa setiap pemerintah menaikkan HPP gabah, yang namanya kesejahteraan petani, seperti yang tidak pernah berubah?
Selain itu, mengapa pemerintah seperti yang tidak berdaya untuk mencarikan jalan keluar terbaiknya agar saat panen raya tiba, harga gabah kering panen di tingkat petani tidak merosot tajam?
Selidik punya selidik, kenaikan HPP gabah tanpa dibarengi dengan perbaikan kualitas gabah yang dihasilkan petani, sama saja dengan omong kosong. Perum Bulog sebagai operator pangan yang ditugaskan secara khusus untuk menyerap gabah petani, sebaiknya bukan hanya berkewajiban menyerap gabah semata, namun juga bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan petaninya.
Fakta menunjukkan, gabah kering panen yang dihasilkan petani, umumnya memperlihatkan kualitas yang kurang baik, sehingga sangat sulit memenuhi kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.
Akibatnya wajar jika petani akan menjual gabahnya, dengan harga yang lebih rendah dari HPP gabah yang diumumkan pemerintah.
Sebagai gambaran, sesuai dengan Perkabadan No. 2/2025 telah ditetapkan HPP gabah per 15 Januari 2025 diberlakukan sebesar Rp6500. Artinya, mengalami kenaikan sebesar Rp500 dari HPP sebelumnya sebesar Rp6000.
Sayangnya, kenaikan HPP gabah ini tidak dibarengi dengan penyuluhan kepada petani untuk meningkatkan kualitas gabah hasil panennya.
Yang terjadi, ternyata hasil panen gabah para petani, hampir tidak ada yang mampu memenuhi kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen. Atas gambaran ini, muncul kesan harga gabah anjlok, karena petani memang tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan jika berkeinginan menjual gabah dengan harga Rp6500 per kg.
Persoalannya akan semakin rumit, manakala panen raya berbarengan dengan musim penghujan. Dengan keterbatasan alat pengering gabah yang dimiliki petani, sangat sulit mereka menghasilkan gabah kering panen dengan kadar air dan kadar hampa rendah. Dalam kondisi semacam ini, petani cenderung akan menghasilkan gabah basah.
Inilah salah satu pertimbangan, mengapa sejak lama HKTI meminta kepada Pemerintah untuk memberi bantuan Alsintan pasca panen kepada para petani, utamanya alat pengering gabah sederhana yang mudah dioperasikan para petani.
Semoga pemerintah, kini akan lebih mendengar usulan yang disampaikan HKTI.
Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat