Berita

Diskusi yang digelar Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD) dengan tajuk Gelanggang Demokrasi Pasca Penghapusan Presidential Threshold (PT) di Jakarta pada Senin 20 Januari 2025/Ist

Politik

Usai Putusan MK, Perlu Penataan Sistem Pemilu yang Esensial dan Prosedural

SENIN, 20 JANUARI 2025 | 18:52 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Harus ada rekayasa politik berkaitan dengan norma-norma biar tidak ada dominasi parpol tertentu dalam koalisi seiring dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus Presidential Threshold.

Direktur BSNPG Partai Golkar Sanusi menyampaikan hal tersebut dalam diskusi yang digelar Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD) dengan tajuk Gelanggang Demokrasi Pasca Penghapusan Presidential Threshold di Jakarta pada Senin 20 Januari 2025.

Sanusi mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah punya kekuatan hukum final dan mengikat final and binding, namun meskipun demikian diperlukan langkah lanjutan dalam implementasinya.

"Biar tidak ada koalisi yang dominan, harus memuat asas keadilan misalnya nanti ada batasan maksimal terdiri dari berapa parpol dalam satu koalisi. Agar tidak ada koalisi gemuk dan kecil," ujar Sanusi.

Menurutnya saat partai Golkar membentuk tim untuk merumuskan hasil putusan MK yang nanti rumusan ini akan dibawa dan diajukan ke DPR agar dibahas dengan semua fraksi partai.

"Misalnya nanti ada Omnibus Pemilu yang memuat aturan secara komprehensif baik dari dari pemilu presiden, pileg, dan pemilukada," terangnya.

Sementara Anggota Badan Saksi PPP, Su'udi menyebutkan, penghapusan ambang batas 20 persen dalam pemilu presiden menjadi angin segar untuk menuju demokrasi lebih baik.

"Kran demokrasi lebih terbuka, dan sangat memungkinkan bagi partai-partai untuk bisa mencalonkan kader terbaiknya ikut dalam kontestasi pilpres 2029 mendatang," ungkapnya.

Lanjut dia, bagi PPP penghapusan PT 20 persen ini adalah peluang besar agar di Pemilu 2029 mendatang bisa reborn dan bisa masuk parlemen lagi.

Pada kesempatan yang sama, Koordinator Nasional Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD) Miftahul Arifin  menilai Putusan MK yang menghapus pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum sudah sangat tepat dan benar.

Miftah juga mendorong penataan sistem pemilu kedepan agar diarahkan pada penerapan prinsip esensial dan prosedural.

"Maka secara teknis pelaksanaan sistem pemilu mesti dibenahi dan diarahkan menjadi sistem pemilu yang sederhana, simpel secara administratif dan pembiayaannya murah," pungkasnya.

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Emak-emak Antarkan Tahanan "Jokowi dan Iriana" ke KPK

Rabu, 26 Februari 2025 | 16:17

Permainan Jokowi Terbaca Prabowo dan Megawati

Selasa, 25 Februari 2025 | 18:01

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Mengapa KPK Keukeuh Tidak Mau Usut Dugaan Korupsi Keluarga Jokowi?

Selasa, 25 Februari 2025 | 08:02

Selain Kasus Minyak, Perusahaan Anak Riza Chalid Juga Terkait Kasus Jiwasraya

Sabtu, 01 Maret 2025 | 21:50

UPDATE

Puasa Rasa Sejati

Selasa, 04 Maret 2025 | 05:25

Sumber Global Energy Gugat Danka ke Pengadilan

Selasa, 04 Maret 2025 | 05:14

Jauhkan Pertamina dari Kepentingan Partai

Selasa, 04 Maret 2025 | 04:58

Warga Berebut Gunungan di Tengah Puasa Ramadan

Selasa, 04 Maret 2025 | 04:42

Menerjang Banjir

Selasa, 04 Maret 2025 | 04:28

TelkomMetra dan Sipajak Dukung Transformasi Perpajakan Digital

Selasa, 04 Maret 2025 | 04:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Seorang Pria Gantung Diri di Basement Gedung Ombudsman

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:30

Ahok Berupaya Lempar Bola Panas ke Erick Thohir

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:03

Ini Respons Mabes Polri soal Kemewahan Keluarga Kapolda Kalsel

Selasa, 04 Maret 2025 | 02:45

Selengkapnya