Berita

Wina Armada Sukardi/Dok Pribadi

Publika

Teori Hans Kelsen Vs Teori Sosiologi dalam Kasus Shin Tae-yong Vs Patrick Kluivert

OLEH: WINA ARMADA SUKARDI
MINGGU, 12 JANUARI 2025 | 07:42 WIB

KEDATANGAN pelatih baru kesebelasan nasional Indonesia asal Belanda, Patrick Kluivert, Sabtu malam, 11 Januari 2025 di bandar udara (bandara)  Soekarno-Hatta (Soeta), masih belum sepenuhnya menghilangkan kontroversi dan tanda tanya besar apa sebenarnya yang terjadi di balik pergantian dari Shin Tae-yong ke Patrick Kluivert. 

Penjelasan langsung oleh Ketua Umum PSSI Erick Thohir pun tidak lantas segera menghentikan berbagai tanda tanya, apa gerangan sejatinya alasan pergantian Shin Tae-yong.

Jika ditelisik lebih lanjut, prestasi Shin Tae-yong tidaklah buruk, kalau tak mau dibilang baik atawa sangat baik. Shin Tae-yong telah membangun fondasi budaya sepak bola Indonesia yang kukuh: disiplin, profesionalitas, dan tentu saja deretan prestasi. 

Shin Tae-yong yang telah memegang jabatan sebagai pelatih Timnas Indonesia sejak 2020 berhasil menorehkan  prestasi. Antara lain, membawa Timnas Indonesia menembus ke Piala Asia 2023 dan menjadi semifinalis Piala Asia U-23. Lantas dia juga  membawa Indonesia  ke ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. 

Dan, bukan tidak mungkin, jika diberikan kesempatan, dia mampu menciptakan sejarah baru untuk sepak bola Indonesia, yakni berhasil menempatkan Indonesia menjadi salah satu peserta Piala Dunia tahun 2026. Tapi impiannya membawa Indonesia ke kejuaraan dunia itu kandas, lantaran dia keburu “dipecat.” 

Dilihat dari sisi ini, penghentian Shin Tae-yong menjadi kontroversial dan mengejutkan, bahkan nyaris di luar akal sehat. Apalagi persiapan kesebelasan Indonesia ke ajang Piala Dunia tinggal tersisa dua bulan lagi. 

Di balik ketidakjelasan itu, setidaknya kita dapat menemukan beberapa alasan pemecatan Shin Tae-young.   

Pertama, seperti dikatakan Erick Thohir, ada masalah komunikasi antara pemain dan pelatih. Hal ini menyebabkan adanya kegelisahan, bahkan ketidakpuasan, dari sebagian pemain kepada pelatih Shin Tae-yong. Ini dianggap dapat meruntuhkan kesatuan tim Indonesia.

Kedua, manakala Indonesia keok melawan China, Shin Tae-yong dinilai tidak menurunkan komposisi tim terbaik karena faktor sentimen ke beberapa pemain. Shin Tae-young menganggap ada pemain yang tidak patuh terhadap strateginya. 

Oleh sebab itu susunan pemain rada aneh dan rada “ala kadarnya.” Wahasil, Timnas Indonesia babak belur. Padahal melawan China kala itu, Indonesia diharapkan wajib menang. Kekalahan dari China bukan sekedar dipandang sebagai tanggung jawab Shin Tae-yong tapi juga membuat solidaritas pemain dan pelatih juga menjadi goyah.

Kemenangan Indonesia melawan Arab Saudi di Jakarta kemudian agak di luar skenario Shin Tae-yong. Kala itu, pergerakan bintang Indonesia Marselino Ferdinan, sesungguhnya di luar strategi Shin Tae-yong. Akibatnya Marselino malah nyaris diganti. Beruntung  Marselino dapat menunjukkan tajinya dengan mencetak dua gol. 

Alasan berikutnya, prestasi di Piala AFF sangat buruk. Bukan saja dia tak mampu membawa Indonesia lolos dan fase grup, tetapi juga mengukir sejarah buruk: Indonesia “dibunuh” Filipina di kandang sendiri. Padahal sebelumnya Filipina hampir selalu menjadi bulan-bulan Indonesia.

Teori Hukum Hans Kelsen

Dalam dunia hukum ada teori dari filsuf terkenal Hans Kelsen. Dalam ilmu hukum pendekatan yang dilakukan oleh Kelsen disebut "The Pure Theory Of Law" atau teori hukum murni. Artinya, dalam penegakan hukum harus murni hanya berdasarkan faktor-faktor hukum. Unsur di luar hukum sama sekali tidak boleh mempengaruhi penegakkan hukum. 

Menurut Hans Kelsen, sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang. Intinya norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi. Norma hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi. Sedangkan kaidah hukum yang tertinggi adalah konstitusi. Teori ini dikenal teori hukum Stufenbau atau teori hukum berjenjang. 

Jika teori Hans Kelsen diterapkan dalam kasus Shin Tae-yong, tolok ukurnya haruslah hanya pada faktor-faktor sepak bola saja. Unsur-unsur di luar sepak tidak boleh dimasukkan sebagai pertimbangan. Dengan kata lain, ukurannya apakah prestasi yang dihasilkan di lapangan sepak, hanya boleh dilihat dari hasilnya bagus atau tidak. 

Dari pendekatan ini, faktor di luar prestasi sepak tidak boleh dipakai dan harus disingkirkan. 

Apakah dalam pengelolaan tim, ada komunikasi yang kurang lancar, ada protes atau ketidakpuasan, itu bukan masalah dan tidak boleh dijadikan masalah, sepanjang prestasi sepak bolanya bagus. Tak peduli strategi dipahami pemain atau tidak, pelatihnya “diktator” atau tidak, asal hasilnya bagus, prestasinya tinggi, tak ada masalah. 

Dari pendekatan ini kepelatihan Shin Tae-yong harus diakui baik. Prestasi Shin Tae-yong  dalam menangani kesebelasan Indonesia patut dibanggakan. Tak ada alasan untuk “menyingkirkannya.”

Teori Sosiologis

Berbanding terbalik dengan teori dari Hans Kelsen, di dunia hukum juga ada teori Sosiologi Hukum. Secara sederhana teori ini menerangkan penegakan hukum tidak mungkin dapat dipisahkan dari kenyataan dan faktor-faktor sosial. Hukum menurut teori ini, bukan menara gading yang terpisah dari lingkungan sosialnya. Jelasnya ada hubungan timbal balik antara hukum dengan struktur sosial, lembaga sosial, budaya, ideologi, dan nilai-nilai.

Hukum tak mungkin ditegakkan tanpa memperhatikan aspek kenyataan sosial. Misalnya peraturan kecepatan di jalan tol harus antara 70-100 km per jam. Tidak boleh kurang,  tidak boleh lebih. Jika terjadi kemacetan sehingga kenyataan kecepatan tak dapat lebih dari 30 km per jam, apakah semua harus dihukum? Menurut teori Sosiologi Hukum, tentu tidak.

Jika diterapkan dalam kasus Shin Tae-yong , walaupun dia berhasil mengapai hasil baik, tetapi kalau dalam kenyataan banyak api dalam sekam, jabatannya setiap saat dapat ditinjau kembali. Walaupun sepak bola memang soal  prestasi menang atau kalah, tetapi keharmonisan, kepemimpinan dan komunukasi sangat penting. 

Apalagi dalam konteks keseimbangan kepentingan masa depan sepak bola Indonesia, penilaian tak boleh cuma terpaku pada sepak bola murni. Faktor-faktor sosial, budaya, kepemimpinan, dan komunikasi juga penting menjadi pertimbangan. 

Pendekatan ini memungkinkan setiap saat semua pelatih dapat dan boleh dievaluasi, termasuk Shin Tae-yong . Dan kalau memang dirasakan diperlukan, pergantian merupakan sesuatu yang dapat dilakukan. Dari sudut ini pergantian Shin Tae-yong hal yang normal saja. 

Harga Mati Target Patrick Kluivert
    
Dari proses yang ada PSSI menghendaki ada gabungan kedua teori itu. Prestasi iya, harmonisasi, komunikasi, dan kepemimpinan juga iya.

Bagi Pengurus PSSI, prestasi jelas sangat penting. Pelatih kesebelasan nasional Indonesia harus membawa sepak bola Indonesia kepada lebih yang lebih tinggi. Harus menggapai prestasi yang jelas. Dalam hal ini, Shin Tae-young telah memenuhi syarat yang ada. Namun pengurus PSSI menilai unsur harmonis, solidaritas, komunikasi dan kepemimpinan merupakan hal yang juga penting. Sesuatu yang justru dipandang kurang ada pada Shin Tae-yong. Oleh karena itu Shin Tae-yong dipecat.

Lantas datanglah Patrick Kluivert. Minggu siang, 12 Januari 2025, dia diperkenalkan secara resmi. 

Dalam berbagai wawancara sebelumnya, Patrick Kluivert memang memiliki visi harus ada kesatuan yang harmonis antara pemain, pelatih, induk organisasi, dan para pendukungnya. Artinya Kluivert dinilai dapat memenuhi elemen harmonisasi, komunikasi, dan kepemimpinan buat sistem nasional. Oleh sebab itulah dia dipilih untuk diangkat menjadi pelatih baru kesebelasan nasional. 

Dari proses ini dapat terlihat, Kluivert baru memenuhi salah satu syarat teori, tetapi pada sebagian lagi dia belum membuktikannya. Kluivert baru punya setengah kepingan, tetapi belum punya setengah kepingan lainnya.

Maka dari pendekatan ini, jelas menjadi harga mati bagi seorang Patrick Kluivert harus memberikan prestasi konkret kepada Indonesia. Dan karena waktunya untuk menembus target masuk sebagai peserta Piala Dunia, Kluivert tak boleh lagi bertumpu pada proses. Dia harus langsung diukur dengan hasil. Dengan prestasi. 

Bukan saatnya lagi bicara mengenai pemahaman sosiologis sepak bola Indonesia. Patrick Kluivert sudah dituntut untuk segera mencapai hasil maksimal. Hasil sesuai target.

Target terdekat kesebelasan nasional Indonesia: menjadi peserta Piala Dunia 2026. Tak soal mau lewat dua besar atau playoff melalui empat besar. Pokoknya harus lolos. Kelolosan ini yang sudah ada melekat sebagai ekspektasi atau harapan pada kepingan kepelatihan Shin Tae-young. Kepingan inilah yang harus dicapai oleh Patrick Kluivert.

Jika kesebelasan Indonesia kalah dari Australia dalam pertandingan tandang dan kemudian di kandang tidak mampu mengalahkan China dan Bahrain, maka kesimpulannya sudah jelas: Patrick Kluivert telah gagal. 

Dia sudah mengempaskan asa bangsa Indonesia yang sedang tumbuh berkembang. Dia tak berhasil memenuhi teori hasil sepak bola. Dalam hal ini, tak perlu menunggu lama lagi, dan tak perlu lagi ada perdebatan kembali, Patrick Kluivert sudah pasti segera  layak didepak. 

Jika gagal, Kluivert hanya menghadirkan sebagian kepingan: yakni aspek komunikasi, harmonis serta kepemimpinan sesuatu yang dinilai kurang atau tidak ada dari Shin Tae-young. Sebaliknya kalau Kluivert tak berhasil menembus Piala Dunia, dia gagal memberikan prestasi, kepingan yang sudah dimiliki Shin Tae-young. 

Kalau itu terjadi, sebagaimana sikap profesionalitas kita kepada Shin Tae-young, terhadap Patrick Kluivert pun harus diterapkan hal sama. Profesional. Tak perlu ada belas kasihan untuk memecatnya, walaupun usia kepelatihannya baru seumur jagung.

Sebaliknya, jika Kluivert berhasil mencapai hasil yang baik melawan Australia dan menang melawan China juga Bahrain, serta meloloskan Indonesia ke putaran final Piala Dunia 2026, berarti dia mampu menyatukan kepingan sosial yang sudah dimilikinya dan kepingan prestasi yang sebagian sudah dimiliki Shin Tae-young. Dengan kata lain Patrick Kluivert merupakan kepingan hilang yang telah kita temukan kembali untuk menyatukannya dengan kepingan yang telah kita miliki lewat Shin Tae-young. 

Dalam konteks ini, tegasnya Patrick Kluivert berhasil menyatukan teori kemurnian sepak bola yang kita pinjam dari teori kemurnian Hans Kelsen dengan teori Sosiologi Hukum yang merupakan kenyataan harapan masyarakat bangsa Indonesia. 

Dalam dua bulan ke depan akan terbukti mana yang benar dan mana yang blunder.

Penulis adalah Analis Sepak Bola

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Buntut Pungli ke WN China, Menteri Imipas Copot Pejabat Imigrasi di Bandara Soetta

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:25

Aero India 2025 Siap Digelar, Ajang Unjuk Prestasi Dirgantara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:17

Heboh Rupiah Rp8.100 per Dolar AS, BI Buka Suara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:13

Asas Dominus Litis, Hati-hati Bisa Disalahgunakan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:35

Harga CPO Menguat Nyaris 2 Persen Selama Sepekan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:18

Pramono: Saya Penganut Monogami Tulen

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:10

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Vihara Amurva Bhumi Menang Kasasi, Menhut: Kado Terbaik Imlek dari Negara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:45

Komisi VI Sepakati RUU BUMN Dibawa ke Paripurna

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:11

Eddy Soeparno Gandeng FPCI Dukung Diplomasi Iklim Presiden Prabowo

Sabtu, 01 Februari 2025 | 16:40

Selengkapnya