Berita

Ketua Tim Hukum Hasto Kristianto, Todung Mulya Lubis/RMOL

Hukum

Todung Mulya Lubis:

KPK Kekurangan Bukti Bongkar Kasus Hasto Kristiyanto

KAMIS, 09 JANUARI 2025 | 11:25 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Tim Penasehat Hukum Hasto Kristiyanto merepons pemeriksaan mantan penyidik KPK, Ronald Paul Sinyal, sebagai saksi dalam perkara kasus buronan Harun Masiku yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristianto pada Selasa 8 Januari 2025 kemarin. 

Ketua Tim Hukum Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis mengatakan, pemeriksaan tersebut semakin memperjelas dugaan adanya upaya penutupan kelemahan bukti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta mengonfirmasi bahwa Hasto memang sudah ditargetkan sejak lama.

Menurut Todung, Ronald, yang kini bertugas di Mabes Polri, memberikan keterangan yang dinilai tidak valid secara hukum. 

Pasalnya, Ronald tidak menyaksikan langsung peristiwa yang terjadi dan tidak mendengar keterangan langsung dari Hasto, sehingga dianggap bias. 

Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik KPK terhadap mantan penyidik tersebut juga dinilai melanggar aturan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Aneh, seperti jeruk makan jeruk. Penyidik kok memeriksa mantan Penyidik yang menangani perkara yang sama? Kalau hal-hal ini diperbolehkan kenapa tidak langsung saja Penyidik menyimpulkan seseorang bersalah dan menjatuhkan hukuman sekaligus?” kata Todung dalam keterangannya, Kamis 9 Januari 2025. 

Penyidik KPK dalam kasus Hasto, kata Todung, tampaknya berusaha menggiring opini publik, bahkan dengan melibatkan mantan penyidik yang pernah terlibat dalam kasus tersebut. Hal ini dikhawatirkan hanya akan menutupi kekurangan bukti dalam pembuktian perkara tersebut.

Ia menegaskan, pemeriksaan penyidik di pengadilan biasanya dikenal dengan istilah saksi verbalisan yang hanya dilakukan oleh Majelis Hakim jika terdapat saksi yang mengubah keterangan karena ada tekanan atau paksaan.

“Praktik-praktik seperti ini tidak etis dilakukan oleh Penyidik KPK,” tegasnya. 

Apalagi, sambungnya, seperti yang diungkapkan Ronald bahwa ada materi perkara yang disimpulkan sendiri dan bertentangan dengan fakta persidangan dan putusan pada perkara eks Komisioner KPU RI Wahyu Kurniawan dkk yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht tentang Harun Masiku, yang tidak bisa memenuhi seluruh permintaan Wahyu Kurniawan sejumlah Rp1 miliar dan kemudian diframing ada pihak lain yang juga menjadi sumber dana. 

“Padahal di putusan justru terbukti seluruh dana tersebut berasal dari Harun Masiku,” kata Todung. 

Atas dasar itu, Todung berharap KPK menghentikan praktik-praktik penegakan hukum seperti itu dan menjalankan tugas secara profesional tanpa menarget pihak tertentu. 

“Bagaimana mungkin pendapat atau imajinasi mantan penyidik seolah-olah dibungkus menjadi fakta hukum?” katanya. 

Lebih jauh, Todung juga menyoroti fakta bahwa HK sudah lama menjadi target KPK, sebagaimana diungkapkan oleh Ronal, yang mengatakan bahwa HK sudah diusulkan untuk menjadi tersangka sejak 2020. 

“Hal ini menurut kami semakin mempertegas Pak Hasto memang ditarget sejak lama. Ga dapat di tahun 2020, kemudian dicari-cari terus kesalahannya hingga sekarang di era pimpinan baru ditersangkakan ketika Pak Hasto keras sekali mengkritik praktik pengrusakan demokrasi di Indonesia,” kata Todung. 

Selain itu, Todung juga merujuk pada kegagalan penyidik dalam menemukan bukti saat menggeledah rumah HK baru-baru ini. Ia menilai bahwa bukti dalam perkara yang menjerat kliennya sangat lemah, dan upaya menggiring pendapat publik tampaknya hanya untuk menutupi fakta tersebut.

Pada hari yang sama, mantan kader PDIP, Effendi Simbolon, yang beberapa hari sebelumnya bertemu dengan mantan Presiden Jokowi, juga meminta agar Megawati Soekarnoputri mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PDIP. 

“Hal ini juga semakin menegaskan bahwa yang hendak diserang adalah PDIP dan Bu Mega, sehingga kami semakin meragukan perkara ini adalah murni penegakan hukum,” tanya Todung. 

Lebih jauh, Todung berharap agar pemberantasan korupsi dilakukan dengan profesionalisme dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu. 

“Kami berharap pemberantasan korupsi tidak ditunggangi kepentingan pihak-pihak tertentu untuk menghabisi lawan politik,” pungkasnya.


Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025

Senin, 10 Maret 2025 | 11:36

Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini

Senin, 10 Maret 2025 | 11:24

Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa

Senin, 10 Maret 2025 | 11:22

Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong

Senin, 10 Maret 2025 | 11:19

Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya

Senin, 10 Maret 2025 | 11:16

Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:08

Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi

Senin, 10 Maret 2025 | 11:06

Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik

Senin, 10 Maret 2025 | 10:50

Selengkapnya