Presiden Prabowo Subianto (Foto: Gerindra.id)
SENTIMEN kinerja gemilang perekonomian nasional nampaknya mulai sulit bertahan di bursa saham. Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, rilis data indeks PMI manufaktur nasional untuk bulan Desember lalu yang memperlihatkan terjadinya pertumbuhan dengan berada di kisaran 51,2, serta inflasi bulanan yang sebesar 0,44 persen telah membuat investor menatap optimis.
Rilis data tersebut sekaligus mencerminkan kinerja pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto yang lumayan moncer, terlebih dalam lima bulan beruntun sebelumnya indeks aktivitas manufaktur yang telah runtuh dalam zona kontraksi.
Dalam sesi perdagangan penutupan pekan pertama tahun 2025 ini, Jumat 3 Januari, pelaku pasar mencoba bertahan optimis dengan bekal sentimen tersebut. Namun seiring dengan sentimen global yang kurang bersahabat, optimisme investor terkesan mengendur. Laporan menunjukkan, sesi perdagangan Wall Street yang kembali berakhir merah. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang di sepanjang sesi pagi mampu konsisten menjejak zona penguatan moderat akhirnya beralih merah di sesi sore.
Laporan dari Wall Street menyebutkan, kinerja Indeks yang kembali merah dalam membuka tahun baru. Indeks DJIA turun 0,36 persen dengan berakhir di 42.392,27, Indeks S&P500 melemah 0,22 persen setelah terhenti di 5.868,55, dan Indeks Nasdaq yang terkikis 0,16 persen setelah terhenti di 19.280,79. Laporan juga menyebutkan, sesi perdagangan di Wall Street yang masih cenderung sepi, di mana masa libur tahun baru belum sepenuhnya berakhir.
Sesi perdagangan di Wall Street juga diwarnai dengan keruntuhan saham pabrik mobil listrik terkemuka, Tesla hingga 8 persen. Perusahaan milik juragan terkaya dunia Elon Musk tersebut terhajar tekanan jual brutal usai rilis kinerja keuangan yang mengecewakan investor.
Namun di tengah rangkaian sentimen global yang kurang bersahabat, sesi perdagangan di Asia terlihat mencoba bertahan. Gerak Indeks terlihat cenderung positif. Hingga sesi perdagangan berakhir, Indeks KOSPI di bursa saham Korea Selatan tercatat melompat tajam 1,79 persen di 2.441,92. Pelaku pasar di Seoul terlihat mampu bertahan di tengah kian runcingnya gejolak politik yang terjadi.
Sementara pada bursa saham Australia, Indeks ASX200 kembali menguat 0,6 persen dengan menutup di 8.250,5. Pola berbeda terjadi di bursa saham Indonesia, dengan gerak Indeks konsisten di rentang sempit. IHSG terpantau sempat berupaya mendaki lebih tinggi hingga mendekati level psikologis nya di kisaran 7.200 dengan meninju posisi 7.197.
Namun tiadanya sentimen positif tambahan yang tersedia dari domestik nampaknya membuat investor kesulitan untuk melanjutkan aksi akumulasi lebih lanjut. IHSG akhirnya konsisten menapak zona penguatan moderat di sepanjang sesi pagi untuk kemudian beralih ke zona pelemahan terbatas. IHSG kemudian menutup sesi dengan flat atau naik sangat tipis 0,02 persen di 7.164,42.
Gerak sempit IHSG cukup tercermin dalam kinerja saham-saham unggulan yang bergerak bervariasi dan cenderung dalam rentang terbatas. Sejumlah saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan berakhir merah, seperti: BBRI, BBCA, BMRI, BBNI, ADRO, UNTR, UNVR serta PGAS.
Sementara dua saham unggulan, TLKM dan INDF, mampu menutup sesi dengan kenaikan. Tinjauan RMOL juga menunjukkan, kinerja tiga saham perusahaan dari konglomerasi Aburizal Bakrie, BRMS, BUMI dan DEWA, yang kembali masuk dalam jajaran saham teraktif ditransaksikan berdasar nilai perdagangan dan volume perdagangan. Ketiga saham tersebut tercatat menutup sesi dengan kenaikan bervariasi.
BRMS menutup sesi dengan melonjak 7,46 persen di Rp432, BUMI mengakhiri sesi dengan naik 0,81 persen di Rp124 dan DEWA memungkasi sesi perdagangan dengan melonjak 0,84 persen di Rp119.