Berita

Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farchan/RMOL

Politik

Presidential Threshold Diperlukan Buat Batasi Petualang Politik

JUMAT, 03 JANUARI 2025 | 00:55 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), semestinya memiliki alasan yang lebih luas dan tidak sekadar memperhatikan soal pemilih. 

Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farchan menilai, putusan MK nomor 62/PUU/XXII/2024 setelah menguji materiil Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu, tidak cukup alasan untuk menghapus presidential threshold 20 persen perolehan kursi atau 25 persen perolehan suara di pemilu sebelumnya. 

"Saya tidak melihat alasan mendasar yang membuat MK pada akhirnya mengubah pendiriannya. Sebab dulu berkali-kali MK menolak gugatan presidential threshold menjadi 0 persen, tapi sekarang mengabulkan," ujar Yusak kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, pada Kamis, 2 Januari 2024.


Menurutnya, semangat dari presidential threshold adalah untuk memastikan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dimajukan berkualitas, karena diseleksi secara struktural oleh partai politik atau gabungan partai politik yang diberikan hak oleh konstitusi. 

"Menjadi Presiden memang hak setiap warga negara, tetapi ambang batas pencapresan tetap diperlukan untuk mencegah para petualang politik berburu kekuasaan semata," tuturnya. 

"Ambang batas pada dasarnya adalah bagian dari mekanisme seleksi. Jadi untuk menjadi Presiden tidak bisa sembarangan melainkan harus melalui seleksi berlapis, termasuk di dalamnya seleksi di tingkat parpol," sambung Yusak. 

Oleh karena itu, dosen ilmu politik Universitas Pamulang (Unpam) itu memandang presidential threshold tetap diperlukan, untuk menjaga iklim demokrasi yang lebih sehat. 

Karena menurutnya, permasalahan pencalonan presiden bukan pada presidential threshold, tetapi bergantung mekanisme penyaringan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh parpol. 

"Threshold pencapresan saya kira tetap diperlukan agar iklim kepartaian kita tidak jatuh pada sistem multi partai ekstrim dan membuat purifikasi sistem pemerintahan presidensial menjadi terhambat," demikian Yusak menambahkan.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya