Berita

Jimly Asshiddiqie/Ist

Politik

Presidential Threshold Dibatalkan, Kado Tahun Baru untuk Demokrasi

KAMIS, 02 JANUARI 2025 | 21:53 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional diapresiasi mantan Hakim MK, Jimly Asshiddiqie.

Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024 ini menegaskan bahwa semua partai politik peserta pemilu memiliki hak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa syarat persentase tertentu.

“Alhamdulillah, akhirnya, MKRI mengabulkan permohonan PUU menghapus ketentuan mengenai ambang batas Capres 20 persen untuk pemilu 2029," kata Jimly lewat akun X miliknya, Kamis 2 Januari 2025.


 Dia melanjutkan, selama ini, aturan presidential threshold dinilai membatasi partisipasi politik dan mempersempit peluang munculnya kandidat alternatif. 

Dengan keputusan ini, partai politik atau koalisi kecil kini memiliki peluang lebih besar untuk mengusung calon presiden tanpa terhalang syarat penguasaan kursi DPR atau suara nasional.

"Ini kado tahun baru 2025 yang mencerahkan bagi kualitas demokrasi kita di masa mendatang," tandas Jimly.

MK menilai aturan presidential threshold bertentangan dengan prinsip demokrasi karena membatasi hak partai politik dalam mencalonkan kandidat. 

Dengan keputusan ini, syarat pencalonan tidak lagi didasarkan pada persentase perolehan suara atau kursi DPR secara nasional.

Namun, MK juga meminta pembentuk undang-undang untuk merumuskan aturan pencalonan presiden yang tetap menjaga efektivitas pemilu. 

MK pun memberikan lima pedoman. Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Dua, pencalonan tidak boleh didasarkan pada perolehan suara atau kursi secara nasional. Tiga, mencegah dominasi yakni aturan harus mencegah dominasi partai tertentu dan memastikan pilihan yang beragam bagi pemilih.

Lalu konsistensi partisipasi di mana partai politik yang tidak mencalonkan pasangan calon di pemilu tidak boleh mengikuti pemilu berikutnya, serta partisipasi publik yang menyebut pengaturan lebih lanjut harus melibatkan masyarakat secara bermakna.


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya