Industri penerbangan Indonesia sampai saat ini mengaku masih menghadapi kesulitan pasca pandemi Covid-19, dengan mengalami berbagai tantangan yang memperburuk kondisi keuangan dan operasional maskapai.
Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) dalam laporan Catatan Akhir Tahun 2024 mengungkapkan bahwa biaya penerbangan yang terus merangkak naik menjadi salah satu hambatan utama. Salah satu faktor yang memperburuk situasi ini adalah pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang menembus angka Rp16.000 per Dolar.
"Naiknya kurs Dolar AS ini juga mempengaruhi naiknya harga avtur, harga spareparts, sewa pesawat dan komponen lainnya yang menggunakan acuan mata uang Dolar AS, sehingga membuat naiknya biaya yang ditanggung maskapai penerbangan," kata Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja, dalam keterangan resmi yang diterima
RMOL pada Senin 3o Desember 2024.
Selain itu, tantangan lainnya yang dihadapi industri ini yaitu adanya kebijakan bea masuk yang masih berlaku untuk sejumlah spareparts pesawat. Dari total 472 HS Code spareparts pesawat, baru 123 HS Code yang mendapat bea masuk 0 persen.
"Masih ada 349 HS Code atau sekitar 74 persen dengan jumlah 22.349 part number yang masih dikenakan bea masuk 2,5 hingga 22,5 persen," tuturnya.
Menurutnya hal tersebut telah membebani industri penerbangan dalam negeri. Terlebih saat ini Indonesia disebut sedang menghadapi penurunan daya beli masyarakat yang juga berpengaruh pada menurunnya jumlah penumpang pesawat domestik.
Berdasarkan data sementara, pada periode Januari - September 2024, jumlah penumpang pesawat domestik turun sebesar 10 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023, dengan total 44,3 juta penumpang, lebih rendah dari 49,2 juta penumpang pada tahun sebelumnya.
Meski menghadapi banyak tantangan, sektor penerbangan Indonesia bersama industri terkait seperti pariwisata dan perdagangan disebut tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut data dari Asosiasi Maskapai Penerbangan Internasional (IATA), industri penerbangan nasional berkontribusi sebesar 62,6 miliar Dolar AS atau sekitar Rp1.001,6 triliun, yang setara dengan 4,6 persen dari PDB Indonesia pada tahun 2023.
Dalam menghadapi situasi ini, INACA berharap pemerintah memberikan perhatian lebih kepada industri penerbangan dengan melanjutkan kembali pembahasan permasalahan secara komprehensif mulai dari bisnis dan operasional penerbangan hingga hal-hal lain.
"Peningkatan perhatian terhadap kondisi finansial maskapai penerbangan terutama maskapai penerbangan berjadwal dan perintis mengingat maskapai ini sebagai aktor utama di industri penerbangan yang sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia," pungkas Denon.