Berita

Museum Soeharto (Foto: Gunawan Kartapranata via Wikimedia Commons CC-BY-SA-3.0)

Hukum

BANI Menangkan Anak-Anak Soeharto, OC Kaligis: Kami Gugat dan Lawan

SELASA, 03 DESEMBER 2024 | 15:57 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Mitora Pte. Ltd menyatakan keberatan keras atas putusan Majelis Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam kasus sengketa dengan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi (YPBP) yang diputuskan dengan nomor perkara 47013/II/ARB-BANI/2024.

OC Kaligis, kuasa hukum Mitora, menyebut putusan BANI tidak hanya mencerminkan ketidakprofesionalan tetapi juga mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dalam arbitrase.

"Putusan ini sarat dengan kelemahan logis dan hukum. BANI yang seharusnya berperan sebagai lembaga arbitrase yang netral dan independen, justru menunjukkan sikap yang cenderung berat sebelah," tegas Kaligis dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa, 3 Desember 2024.

"Fakta-fakta yang kami ajukan diabaikan, sementara argumen dari pihak lawan diterima mentah-mentah tanpa verifikasi mendalam," tambahnya.

OC Kaligis menambahkan, Mitora telah resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk membatalkan putusan BANI. Putusan yang dibuat oleh Majelis Arbitrase BANI tidak hanya menunjukkan ketidakprofesionalan tetapi juga mengkhianati prinsip keadilan yang seharusnya menjadi dasar setiap proses arbitrase. 

"Majelis Arbitrase menyatakan bahwa Mitora melakukan wanprestasi, padahal bukti-bukti menunjukkan Mitora telah beritikad baik dan melaksanakan tanggung jawabnya sejauh mungkin dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan Akta Notaris 2014," kata OC Kaligis. 

Sengketa berawal dari Perjanjian Kerja Sama antara Mitora Pte. Ltd. dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yang dituangkan dalam Akta Notaris Nomor 13 tanggal 17 April 2014 terkait Museum Soeharto di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Mitora telah menjalankan kewajiban sesuai perjanjian, termasuk menyusun master plan, melakukan presentasi proyek, dan mendanai operasional selama periode tertentu.

Namun, Yayasan gagal memenuhi kewajiban hukum yang menjadi dasar pelaksanaan proyek. Hal ini mencakup penyerahan dokumen penting, dukungan teknis di lapangan, dan penandatanganan perjanjian lanjutan. Akibatnya, pembangunan tidak dapat dimulai dan proyek menjadi terhambat.

Diketahui, pengurus Yayasan Purna Bhakti Pertiwi adalah anak-anak Soeharto, yakni Siti Hardianti Hastuti Rukmana sebagai ketua umum, Bambang Trihatmojo sebagai sekretaris umum, dan Siti Hediati Hariyadi sebagai bendahara umum. 

"Ya, sebenarnya pelaksanaan kerjasama yang tidak bisa dilaksanakan karena pihak Yayasan yang tidak mau membentuk PT bersama, itu adalah kewajiban Yayasan seharusnya, tetapi tidak dilaksanakan," ujar OC Kaligis. 

OC Kaligis menegaskan bahwa putusan BANI dalam perkara ini menunjukkan kelemahan sistemik yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga arbitrase. 

“Jika BANI tidak segera melakukan reformasi untuk menjamin integritas dan profesionalisme, maka lembaga ini berisiko kehilangan legitimasi di mata para pencari keadilan,” ujar Kaligis.

“Kami menolak mentah-mentah putusan ini dan akan terus memperjuangkan hak Mitora hingga keadilan ditegakkan. Ini bukan hanya soal kasus Mitora, tetapi juga soal prinsip hukum yang harus ditegakkan oleh lembaga arbitrase seperti BANI,” pungkas Kaligis.

Sementara itu, Executive Assistant Director Mitora, Deny Ade Putera, menjelaskan Mitora akan terus melakukan upaya hukum berdasarkan fakta-fakta yang jelas dan ikatan hukum yang kuat, seperti Akta Notaris tahun 2014 beserta bukti lainnya. 

"Kami berharap pemerintah dapat turut memperhatikan peristiwa ini, mengingat adanya berbagai kejanggalan dalam proses peradilan arbitrase yang dijalani oleh Mitora.

Fakta-fakta yang kami sampaikan terkait Pengakuan Kewajiban Yayasan kepada Mitora melalui berita acara, surat pernyataan, dan surat tugas, serta dokumen-dokumen lainnya, justru menunjukkan itikad baik kami untuk mengelola secara profesional dan menjadikan museum bernilai tinggi, namun hasilnya kami didzolimi seperti ini," ujar Deny.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya