DALAM dunia bisnis, harga adalah salah satu elemen paling fundamental yang menentukan keberlanjutan dan profitabilitas sebuah perusahaan. Penentuan harga umumnya dipandu oleh prinsip-prinsip pasar yaitu antara lain tentang interaksi antara penawaran dan permintaan yang sangat prinsip sifatnya.
Tatkala pemerintah turun tangan dan memberlakukan kebijakan penurunan harga tiket pesawat, maka hal ini pasti akan serta merta menimbulkan pertanyaan terutama mengenai kompatibilitas kebijakan tersebut dengan kaidah atau norma bisnis yang berlaku. Berikut mari kita bahas Bersama alasan di balik kebijakan itu, dampaknya terhadap prinsip bisnis, serta implikasi lebih luas lagi bagi para pelaku industri penerbangan yang diikuti dengan sekedar saran rekomendasi.
Prinsip Pasar versus Kebijakan Pemerintah
Dalam duia bisnis, harga suatu barang atau jasa logikanya ditentukan oleh mekanisme pasar. Penyedia layanan, dalam hal ini maskapai penerbangan, menghitung harga berdasarkan berbagai komponen biaya seperti operating cost, bahan bakar, perawatan pesawat, gaji kru, serta margin keuntungan yang sehat.
Harga tiket yang mereka tetapkan merpakan refleksi dari upaya untuk menyeimbangkan biaya operasional yang tinggi dengan kemampuan konsumen. Itu sebab maka ketika pemerintah memberlakukan penurunan harga tiket secara “paksa”, makan otomatis intervensi ini akan mengganggu keseimbangan dari perhitungan tersebut.
Wajar saja pemerintah akan selalu dan sering kali berargumen bahwa kebijakan ini diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap penggunaan transportasi udara, menstimulasi pertumbuhan ekonomi, sekaligus untuk merespons tekanan publik atas tingginya biaya perjalanan lebih lebih menjelang Natal dan Tahun Baru. Meskipun motif sosial dan politiknya dapat dipahami namun sekali lagi kebijakan ini sering kali berbenturan dengan prinsip dasar bisnis yang berorientasi kepada pasar.
Dampak terhadap Industri Penerbangan
Penurunan harga tiket pesawat secara langsung pasti akan memengaruhi pendapatan maskapai penerbangan. Dalam industri penerbangan, struktur biaya sangat kompleks dan sensitive serta sangat tipis keuntungan yang dapat diraih. Sebagian besar biaya, seperti bahan bakar avtur, leasing pesawat, dan pajak bandara, bersifat tetap dan tidak dapat dinegosiasikan.
Ketika harga tiket diturunkan tanpa adanya subsidi pemerintah atau pengurangan biaya operasional lain, maskapai akan menghadapi tekanan finansial yang sangat signifikan. Contohnya adalah margin keuntungan di sektor penerbangan cenderung rendah bahkan dalam kondisi pasar yang normal sealipun. Dengan harga tiket yang diturunkan, maskapai mungkin harus mengurangi layanan tambahan, menunda investasi dalam peremajaan armada, atau bahkan memberhentikan karyawan demi mempertahankan kelangsungan operasi.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat melemahkan daya saing maskapai nasional di pasar global. Hal ini akan menjadi berbahaya bila sampai berpengaruh pada unsur Flying Safety atau keselamatan terbang.
Kontradiksi dengan Prinsip Kompetisi
Penurunan harga yang dipaksakan juga cenderung akan mengganggu prinsip kompetisi yang sehat. Dalam bisnis, kompetisi mendorong inovasi dan efisiensi. Maskapai berlomba-lomba untuk menawarkan harga terbaik sambil meningkatkan kualitas layanan. Pada titik ini, intervensi harga oleh pemerintah dapat mematikan dinamika tersebut. Maskapai yang lebih kecil atau kurang efisien cenderung paling terpukul, sementara maskapai besar mungkin masih bisa bertahan berkat skala ekonomi yang lebih besar dan ini mendorong terjadinya monopoli.
Oleh sebab itu sekali lagi dalam jangka panjang, kebijakan ini bisa menciptakan monopoli atau oligopoli di mana hanya maskapai besar yang akan mampu bertahan. Hal ini pada akhirnya merugikan konsumen karena menurunnya pilihan dan potensi kenaikan harga di masa depan ketika kompetitor telah keluar dari gelanggang pasar.
Implikasi terhadap Investor dan Kepercayaan Pasar
Kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kaidah bisnis juga dapat memengaruhi kepercayaan investor. Industri penerbangan membutuhkan investasi besar dan tenggang waktu cukup lama, untuk membeli pesawat, mengembangkan rute baru, maupun meningkatkan infrastruktur pendukung. Investor cenderung enggan menanamkan modal di sektor yang terlalu banyak diintervensi oleh pemerintah, karena hal ini menciptakan ketidakpastian dan mengurangi potensi pengembalian investasi ke depan.
Ketidakpastian ini juga dapat memengaruhi reputasi negara di mata investor internasional. Jika kebijakan semacam ini dianggap sebagai bentuk "campur tangan berlebihan," negara tersebut mungkin dinilai tidak ramah terhadap investor, yang pada gilirannya dapat mengurangi arus masuk investasi ke sektor-sektor lainnya.
Perspektif Sosial dan Politik
Sementara itu, kebijakan penurunan harga tiket pesawat sering kali didasarkan hanya pada pertimbangan sosial dan politik. Pemerintah mungkin berusaha memastikan bahwa transportasi udara tetap terjangkau bagi masyarakat, terutama di negara-negara berkembang di mana infrastruktur transportasi alternatif masih terbatas. Kebijakan ini juga dapat menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk meratakan pembangunan dengan meningkatkan konektivitas jejaring perhubungan udara.
Akan tetapi sekali lagi, pendekatan ini sering kali atau bahkan selalu cenderung mengabaikan keberlanjutan industri penerbangan itu sendiri. Bila maskapai tidak dapat beroperasi secara sehat karena tekanan harga, manfaat jangka pendek yang dinikmati masyarakat mungkin akan berbalik menjadi kerugian jangka panjang berupa penurunan kualitas layanan termasuk sektor keselamatan penerbangan atau bahkan bangkrutnya maskapai tertentu.
Sekadar Saran Solusi
Mungkin pemerintah dapat mempertimbangkan solusi yang lebih selaras dengan kaidah bisnis. Subsidi langsung kepada maskapai atau insentif fiskal seperti pengurangan pajak bandara dan avtur adalah langkah yang jauh lebih efektif. Langkah ini memungkinkan maskapai untuk menurunkan harga tiket secara sukarela tanpa mengorbankan profitabilitas dan kelangsungan hidup mereka.
Di sisi lainnya, pemerintah dapat berinvestasi dalam infrastruktur bandara dan teknologi bahkan Perusahaan penerbangan untuk meningkatkan efisiensi operasional maskapai. Dengan menurunkan biaya operasional secara struktural, harga tiket dapat diturunkan secara alami tanpa melanggar prinsip prinsip dalam kompetisi pasar.
Kesimpulannya, penurunan harga tiket pesawat yang dipaksakan oleh pemerintah adalah kebijakan yang bertentangan dengan norma dan kaidah bisnis. Meskipun mungkin didasarkan pada niat baik untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat, kebijakan ini tetap berisiko merusak keberlanjutan industri penerbangan, mengganggu kompetisi yang sehat dan mengurangi kepercayaan investor.
Dalam jangka panjang, pendekatan yang lebih strategis dan berkelanjutan diperlukan untuk menyeimbangkan kebutuhan sosial dengan prinsip-prinsip bisnis, sehingga industri penerbangan dapat tetap berfungsi sebagai motor penggerak ekonomi yang andal dan inovatif.
Sudah saatnya pemerintah memikirkan untuk mengelola sendiri maskapai penerbangan nasional yang setidaknya diperuntukkan bagi perhubungan kota kota besar di dalam dan luar negeri, maskapai penerbangan perintis, maskapai charter dan maskapai kargo.
Dengan demikian maka akan jauh lebih mudah dalam mekanisme penentuan harga sesuai dengan pertimbangan pemerintah yang semata tidak melulu berorientasi pada mencari keuntungan saja. Pengelolaan Maskapai Penerbangan Nasional yang berorientasi kepada sebesar besarnya kesejahteraan rakyat.
Penulis adalah Pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia
Populer
Jumat, 22 November 2024 | 09:27
Selasa, 26 November 2024 | 00:21
Sabtu, 23 November 2024 | 07:41
Minggu, 24 November 2024 | 16:14
Jumat, 29 November 2024 | 10:39
Sabtu, 30 November 2024 | 09:37
Senin, 25 November 2024 | 18:57
UPDATE
Senin, 02 Desember 2024 | 16:11
Senin, 02 Desember 2024 | 16:01
Senin, 02 Desember 2024 | 15:58
Senin, 02 Desember 2024 | 15:58
Senin, 02 Desember 2024 | 15:46
Senin, 02 Desember 2024 | 15:45
Senin, 02 Desember 2024 | 15:40
Senin, 02 Desember 2024 | 15:26
Senin, 02 Desember 2024 | 15:21
Senin, 02 Desember 2024 | 15:13