Melemahnya pengiriman ke Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok serta kebijakan tarif calon penguasa baru Gedung Putih telah menyebabkan ekspor Korea Selatan (Korsel) melambat hingga ke level terendah selama 14 bulan pada November 2024.
Data perdagangan yang dirilis Minggu,1 Desember 2024, Waktu setempat, menunjukkan ekspor dari negara ekonomi terbesar keempat di Asia itu hanya naik 1,4 persen pada November, setelah kenaikan 4,6 persen pada Oktober, menjadi 56,35 miliar Dolar AS.
Dikutip dari
Nikkei Asia, Senin 2 Desember 2024, pengiriman Korsel ke AS turun 5,1 persen, penurunan pertama sejak Juli 2023, sementara pengiriman ke Tiongkok turun 0,6 persen, setelah delapan bulan berturut-turut mengalami kenaikan. Ekspor ke Uni Eropa naik 0,9 persen.
Penjualan semikonduktor naik 30,8 persen, menandakan pertumbuhan terlemah dalam 11 bulan. Sementara penjualan mobil turun 13,6 persen, dan ini menjadi penurunan terbesar sejak Juni 2020, akibat pemogokan di produsen suku cadang mobil besar dan penundaan pengiriman di tengah cuaca buruk.
Itu adalah bulan ke-14 berturut-turut ekspor naik dalam hal tahunan tetapi tingkat paling lambat untuk urutan tersebut. Ini meleset dari perkiraan rata-rata kenaikan 2,8 persen yang diunggulkan dalam jajak pendapat ekonom Reuters.
Impor turun 2,4 persen menjadi 50,74 miliar Dolar AS, berbanding terbalik dengan kenaikan 1,7 persen pada bulan sebelumnya. Itu adalah penurunan pertama dalam lima bulan.
Negara itu membukukan surplus perdagangan sebesar 5,61 miliar Dolar AS pada bulan November, lebih besar dari surplus 3,15 miliar Dolar AS pada bulan Oktober.
Bulan lalu, Presiden terpilih AS Donald Trump berjanji untuk mengenakan tarif 25 persen atas impor dari Kanada dan Meksiko, yang diperkirakan juga akan memengaruhi perusahaan Korsel.
Selain itu, Trump juga mengumumkan tarif tambahan 10 persen terhadap Tiongkok, mitra dagang terbesar Korea Selatan.