Berita

Aktivis Falun Gong melakukan aksi di Beijing.

Dunia

Tiongkok Dituding Curi Organ Tubuh Tahanan Falun Gong

JUMAT, 22 NOVEMBER 2024 | 03:24 WIB | LAPORAN: JONRIS PURBA

Rezim Tiongkok dituding secara sistematis mengambil organ tubuh dari orang-orang yang mendekam di dalam tahanan, terutama aktivis Falun Gong. 

Dua orang yang selamat dari praktik kejam itu baru-baru ini berhasil melarikan diri dan mencari suaka ke London, Inggris, di mana mereka memberikan kesaksian. Keduanya adalah Tian Xin dan Han Fei. 

Menurut Tian Xin, dia mengalami penganiayaan selama satu dekade di berbagai penjara. Dia juga menjalani pemeriksaan medis secara paksa, termasuk sinar-X dan tes darah yang dirancang khusus untuk menilai viabilitas organ.

Sementara, Han Fei menceritakan pengalaman traumatisnya saat ditahan secara paksa oleh polisi. Dokter mengambil darahnya, bersama dengan pemindaian CT dan USG wajib. Tes medis ini, khususnya, hanya dilakukan pada praktisi Falun Gong dan orang-orang yang mendekam di penjara karena menyuarakan keyakinan mereka (prisoners of conscience). Dan tidak diterapkan pada populasi penjara umum.

Eleanor Stephenson, seorang pengacara dari Koalisi Internasional untuk Mengakhiri Penyalahgunaan Transplantasi di Tiongkok, dalam kesempatan itu mengatakan, bahwa komunitas medis Barat secara tidak sengaja terlibat dalam praktik pencurian organ ini. 

Mereka menyediakan pelatihan klinis bagi ahli bedah transplantasi Tiongkok, menerbitkan makalah penelitian tanpa memverifikasi sumber organ, dan berpartisipasi dalam program pertukaran rumah sakit tanpa uji tuntas yang memadai. 

Yang lebih mengganggu lagi, sambung Stephenson seperti dikutip dari Asian Lite, adalah pasokan peralatan medis dan obat-obatan yang digunakan dalam prosedur transplantasi, yang secara efektif menyediakan alat untuk pelanggaran hak asasi manusia ini.

Salah satu indikator paling jelas dari penyalahgunaan sistematis adalah kemampuan Tiongkok untuk menawarkan waktu tunggu organ yang telah ditentukan sebelumnya. 

Lord David Alton dari Liverpool mencatat pada sidang tersebut bahwa sementara lebih dari 5.000 kasus praktisi Falun Gong yang terdokumentasi meninggal karena penganiayaan telah dilaporkan, ini hanyalah "puncak gunung es" mengingat jenazah korban sering dibakar untuk menghilangkan bukti.

Ruang lingkup penganiayaan itu mengejutkan. Pada akhir 1990-an, perkiraan resmi menunjukkan lebih dari 70 juta praktisi Falun Gong di Tiongkok. Menyusul tindakan keras PKT pada bulan Juli 1999, jutaan orang ditahan di penjara, kamp kerja paksa, dan fasilitas lainnya, dengan ratusan ribu orang menjadi sasaran penyiksaan selama di dalam penjara, menurut Pusat Informasi Falun Dafa.

Pengacara investigasi Kanada, David Matas, menyampaikan solusi konkret di sidang tersebut, menekankan bahwa menghindari keterlibatan sepenuhnya berada dalam kekuasaan negara-negara Barat. 

Rekomendasinya termasuk melarang masuk siapa pun yang terlibat dalam penyalahgunaan transplantasi organ, mengakhiri kerja sama terkait transplantasi dengan lembaga-lembaga Tiongkok, mengubah undang-undang untuk memungkinkan penuntutan para pelaku, dan menjatuhkan sanksi yang ditargetkan pada pejabat yang bertanggung jawab.

Upaya legislatif baru-baru ini menunjukkan harapan tetapi memerlukan adopsi yang lebih luas. Dewan Perwakilan Rakyat AS mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Falun Gong pada bulan Juni, yang mengharuskan Amerika Serikat untuk menghindari kerja sama apa pun dengan Tiongkok dalam transplantasi organ dan menerapkan sanksi yang ditargetkan. Langkah-langkah serupa diperlukan secara global untuk menciptakan tanggapan yang terpadu terhadap kekejaman ini.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya