Industri pengolahan sawit sejauh ini mampu menggerakkan aktivitas produktif kegiatan usaha, khususnya di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengatakan, hal itu juga turut menjaga kedaulatan ekonomi khususnya terkait substitusi impor dan teritorial di perbatasan negara.
Minyak sawit telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, non-pangan, hingga bahan bakar terbarukan, bahkan juga menjadi komoditas ekspor unggulan untuk menambah devisa negara dari produk yang bernilai tambah tinggi.
"Kontribusi komoditas kelapa sawit mendominasi kinerja perekonomian Indonesia selama dua dekade terakhir," jelas Putu di Jakarta, dikutip Jumat 22 November 2024..
Industri pengolahan tersebut telah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan di timur Indonesia.
"Penumbuhan pusat baru industri berbasis sawit di luar Jawa, yang sudah ada saat ini antara lain di Dumai-Riau, Sei Mangkei-Sumut, Tarjun-Kalsel, Kotawaringin Barat-Kalteng, Bitung-Sulut, dan Balikpapan-Kaltim. Ini juga artinya menumbuhkan aglomerasi atau kawasan industri baru berbasis sawit," terangnya.
Kemenperin mencatat, ragam jenis produk hilir sawit semakin meningkat signifikan, di mana para 2010 hanya terdapat 54 jenis diversifikasi sawit, kini meningkat menjadi 193 jenis pada 2023.
Begitu juga dengan rasio ekspor bahan baku dan produk hilir sawit yang ikut melonjak. Pada 2010 rasionya hanya sebesar 40 persen bahan baku dan 60 persen produk hilir sawit. Kemudian meningkat, masing-masing sebesar 7 persen dan 93 persen di tahun 2023.