Berita

Ilustrasi Foto/RMOL

Publika

Sertifikasi, Ikhtiar Pendongkrak Kualitas dan Kesejahteraan Guru

Oleh: Rizki Syamsul Fauzi*
RABU, 20 NOVEMBER 2024 | 03:13 WIB

ADA adagium yang mengatakan bahwa untuk mendidik generasi masa depan yang unggul, mereka harus dididik oleh generasi masa kini dari yang terunggul. Di antara kedua aspek pendidikan yang paling penting yakni kurikulum dan guru (dalam hal ini salah satu peran yang menjadi pelaksana kurikulum) sudah jelas adalah kualitas guru. Sebab, jika dianalogikan kurikulum hanya kendaraan sedangkan tetap guru yang membawa pendidikan mencapai tujuannya.
 
Kualitas guru ditentukan oleh banyak faktor namun yang paling utama adalah tingkat kesejahteraanya karena mustahil jika kualitas guru di Indonesia akan berkualitas jika ia masih berkutat pada masalah perut. Problem kompleks pendidikan ini perlu diurai tali sengkarutnya untuk itu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menghadirkan sertifikasi. 

Sertifikasi memiliki cita mulia yakni peningkatan kualitas guru yang berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan.
Seorang guru harus memiliki experience yang banyak dalam upaya meningkatkan kualitas diri sebagai guru yang berperan untuk mendidik, membentuk karakter, kompas yang senantiasa menjaga moral bangsa. Uji kompetensinya diantaranya seberapa jauh sepak terjang guru dalam keterlibatanya dengan forum akademik, forum organisasi lalu karya ilmiah bisa berupa penerbitan buku terkait topik kependidikan atau keilmuan tertentu.

Realitas Pahit Guru Honorer 

Besaran gaji yang diterima oleh guru honorer ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya kemampuan /kebijakan daerah, sumber anggaran dan beban kerja. Sumber anggaran yang dialokasikan untuk gaji guru honorer bisa dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah), Iuran Siswa atau Komite Sekolah yang besarannya di sebagian sekolah  marjinal sangat tidak manusiawi bahkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Berdasarkan laporan dari penelitian Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Edunesia Dompet Dhuafa bahwa mereka menemukan temuan 74 persen guru honorer di Indonesia memiliki penghasilan hanya di bawah Rp2 juta per bulan bahkan 20,5 persen di antaranya masih berpenghasilan di bawah Rp500 ribu.
 
Berbagai macam upaya dilakukan oleh para guru honorer untuk menanggung biaya hidupnya. Dari temuan penelitian tersebut dijelaskan bahwa sebagian ada yang bekerja di profesi yang lain seperti menjadi ojek online, bertani, berdagang. Jika realitas ini masih saja terjadi maka tidak menutup kemungkinan jika kualitasnya sebagai guru akan merosot. Profesionalisme tidak akan meningkat jika guru masih sibuk untuk mencari penghidupan yang layak di banyak sektor tidak hanya di dunia pendidikan namun pada sektor-sektor yang sudah dijelaskan sebelumnya. 

Sertifikasi sebagai bentuk Politik Harapan (Political of Hope) 

Seorang akademisi, intelektual dari Persyarikatan Muhammadiyah yakni Abdul Mu’ti, beliau dipercayai oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah pada Kabinet Merah Putih. Penunjukan beliau sebagai menteri sudah sangat tepat karena jika melihat latar belakang beliau yang lahir dari rahim Persyarikatan Muhammadiyah sudah benderang sepak terjang Muhammadiyah dalam perjalanan historisnya membangun sumberdaya manusia yang berkualitas.
 
Abdul Mu’ti melakukan evaluasi secara komprehensif dan mendalam terkait realitas dan keadaan penyelenggaran pendidikan yang selama ini telah dijalankan. Program-program yang menjadi unggulan diantaranya kaitanya dengan Peningkatan Kualitas dan Kesejahteraan Guru melalui sertifikasi dengan mengakurasi data setepat mungkin karena masih banyak guru honorer yang belum terdata. 

Sertifikasi ini merupakan bentuk solusi yang mampu memecahkan berbagai problem sistematik. Dalam penelitian yang telah dilakukan Zulkifli (2014) misalnya, ia mendapat kesimpulan bahwa peningkatan kualitas guru merupakan lingkaran siklikal yang berkait erat dengan kesejahteraan. Keduanya merupakan aspek yang tidak mungkin terpisah satu sama lainya.  

*Penulis adalah Pengajar Geografi dan Sosiologi

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya