Presiden Partai Buruh, Said Iqbal/RMOL
Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal 2025 dikritik Partai Buruh. Kebijakan ini dinilai akan menambah berat beban hidup rakyat kecil di tengah kenaikan upah minimum yang tak sesuai harapan.
PPN adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang dan jasa kena pajak. PPN bersifat tidak langsung. Hal itu diatur berdasarkan UU Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menegaskan, kenaikan PPN akan memicu lonjakan harga barang dan jasa, yang membuat daya beli masyarakat turun drastis.
"Lesunya daya beli juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor,” ujar Said Iqbal lewat keterangan resminya, Selasa, 19 November 2024.
Partai Buruh menyebut kebijakan ini akan memperlebar kesenjangan sosial, membebani rakyat kecil tanpa disertai peningkatan pendapatan. Mereka menganggap kebijakan ini tidak adil dan hanya menguntungkan kelompok kaya.
Kaum buruh pun menuntut agar adanya kenaikan upah minimum 2025 sebesar 8-10 persen dan menerapkan upah minimum sektoral sesuai kebutuhan.
Selanjutnya mendesak pembatalan rencana kenaikan PPN 12 persen serta memperluas wajib pajak dan memfokuskan pajak pada korporasi besar serta individu kaya.
Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, serikat buruh mengancam mogok nasional hingga 24 Desember 2024 dengan melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia.
"Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap menekan rakyat kecil dan buruh," tegas Said Iqbal.