Harga minyak terjun lebih dari 2 persen, yang dipicu oleh kekhawatiran terhadap lemahnya permintaan dari China.
Potensi melambatnya laju pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve AS disinyalir juga menjadi penyebab harga minyak jatuh.
Dikutip dari
Reuters, harga minyak mentah Brent turun 1,52 Dolar AS atau 2,09 persen, menjadi 71,04 Dolar AS per barel pada Jumat 15 November 2025 atau Sabtu pagi WIB.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 1,68 Dolar AS atau 2,45 persen, menjadi 67,02 Dolar AS.
Selama seminggu, Brent turun sekitar 4 persen, sementara WTI turun sekitar 5 persen.
Turunnya harga terjadi seiring melemahnya permintaan dari Tiongkok yang menambah kekhawatiran investor terhadap kesehatan ekonomi importir minyak mentah terbesar di dunia tersebut.
"Hambatan dari Tiongkok masih ada, dan stimulus apa pun yang mereka ajukan dapat dirusak oleh putaran tarif baru oleh pemerintahan Trump," kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York.
Presiden terpilih AS Donald Trump telah berjanji untuk mengenakan tarif pada impor Tiongkok melebihi 60 persen, jauh lebih tinggi daripada yang dikenakan selama masa jabatan pertamanya.
Ekonom Goldman Sachs Research telah sedikit menurunkan perkiraan pertumbuhan mereka untuk Tiongkok pada tahun 2025, menyusul ekspektasi kenaikan tarif yang signifikan di bawah Trump.
"Namun, kami kemungkinan akan melakukan penurunan peringkat yang lebih besar jika perang dagang semakin meningkat," kata kepala ekonom Goldman Sachs Research, Jan Hatzius dalam sebuah catatan.
Harga minyak juga turun minggu ini karena para peramal utama mengindikasikan melambatnya pertumbuhan permintaan global.
"Permintaan minyak global semakin melemah," kata Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol pada Jumat di pertemuan puncak COP29.
"Kita telah melihat hal ini selama beberapa waktu dan hal ini terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan meningkatnya penetrasi mobil listrik di seluruh dunia," ujarnya.