Berita

Logo Muhammadiyah/Istimewa

Politik

Serikat Usaha Muhammadiyah Minta Kenaikan PPN Dibatalkan

JUMAT, 15 NOVEMBER 2024 | 11:34 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025 menuai kritik dari kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 

Karena itu, Serikat Usaha Muhammadiyah (SUM) memandang kenaikan PPN yang efektif berlaku dua bulan lagi itu sebaiknya dibatalkan.

Menurut Sekretaris Jenderal SUM, Ghufron Mustaqim, saat ini banyak usaha UMKM sedang berjuang untuk bertahan di tengah turunnya daya beli masyarakat. Tidak sedikit pula yang melakukan pengurangan jumlah karyawan atau bahkan bangkrut.

"Kenaikan PPN tersebut tidak sensitif terhadap dinamika dunia usaha saat ini dan malah kontraproduktif terhadap upaya pemerintah membuka lapangan pekerjaan di tengah peningkatan angka pengangguran," ujar Ghufron Mustaqim dalam keterangannya, Jumat, 15 November 2024.

Berdasar rilis Bursa Efek Indonesia (BEI) tentang daftar perusahaan LQ45, sambung dia, rasio keuntungan bersih (net profit) dengan pendapatan (revenue) hanya berkisar 11 persen. Itu tak jauh berbeda dengan besaran tarif PPN yang akan dikenakan. 

Wakil Ketua Lembaga Pengembang UMKM Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menilai, tarif PPN yang lebih rendah akan dapat memutar transaksi penjualan dengan lebih cepat. Sebab, harga-harga produk bisa menjadi lebih kompetitif. Dampak yang lebih luas adalah bisa membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.

Ia mengingatkan, kebijakan yang akan berlaku pada awal tahun depan itu otomatis menjadikan RI sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi di Asia Tenggara. Kenaikan pajak akan semakin memberatkan beban kalangan pengusaha, termasuk di sektor UMKM.

Sebagai perbandingan, PPN di Malaysia hanya 6 persen. Adapun di Singapura dan Thailand sebesar 7 persen. 

"Di Vietnam, Kamboja, dan Laos PPN-nya sebesar 10 persen. Alih-alih dinaikkan, PPN di Indonesia seharusnya diturunkan lagi ke 10 persen seperti semula, dan secara bertahap turun ke 6-7 persen. Ini untuk mendorong konsumsi masyarakat," tutupnya.

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Kejanggalan LHKPN Wakil DPRD Langkat Dilapor ke KPK

Minggu, 23 Februari 2025 | 21:23

Jumhur Hidayat Apresiasi Prabowo Subianto Naikkan Upah di 2025

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:56

Indeks Korupsi Pakistan Merosot Kelemahan Hampir di Semua Sektor

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:44

Beban Kerja Picu Aksi Anggota KPU Medan Umbar Kalimat Pembunuhan

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:10

Wamenag Minta PUI Inisiasi Silaturahmi Akbar Ormas Islam

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:08

Bawaslu Sumut Dorong Transparansi Layanan Informasi Publik

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:52

Empat Negara Utama Alami Krisis Demografi, Pergeseran ke Belahan Selatan Dunia, India Paling Siap

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:46

Galon Polikarbonat Bisa Sebabkan Kanker? Simak Faktanya

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:34

Indra Gunawan Purba: RUU KUHAP Perlu Dievaluasi

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:31

Kolaborasi Kunci Keberhasilan Genjot Perekonomian Koperasi

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:13

Selengkapnya