Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Teguh Santosa: Pernyataan Bersama RI dan RRC Tidak Membahayakan Kedaulatan Indonesia

RABU, 13 NOVEMBER 2024 | 08:00 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Pernyataan bersama yang diterbitkan usai pertemuan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Xi Jinping di Beijing, Republik Rakyat China (RRC), tidak membahayakan kedaulatan Indonesia atas laut teritorial Indonesia di utara perairan Pulau Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan.

Sebaliknya, pernyataan bersama itu justru menguatkan kedaulatan Indonesia atas laut teritorial Indonesia.  

Demikian dikatakan pengamat hubungan internasional DR. Teguh Santosa dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (13/11/2024).

Teguh mengatakan, batas laut teritorial Indonesia di perairan tersebut telah disepakati Indonesia dengan dua negara tetangga, Vietnam dan Malaysia, dan digambarkan dalam peta baru Indonesia yang dirilis tahun 2017 menggunakan garis utuh berwarna biru.  

“Penyelesaian batas laut teritorial Indonesia dengan Vietnam dan Malaysia adalah puncak dari perjuangan laut nusantara yang telah dimulai sejak era Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja (Deklarasi Djuanda 1957) dan diadopsi dunia internasional dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau UN Convention on the Law of Sea (UNCLOS) 1982,” ujar dosen hubungan internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, itu.

Mantan Wakil Rektor Universitas Bung Karno (UBK) itu menambahkan, di luar batas laut teritorial, Indonesia dan dua negara tetangga, Vietnam dan Malaysia, masih memiliki perbedaan pandangan mengenai batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) masing-masing negara. Dalam peta baru Indonesia 2017 batas ini digambarkan dengan garis putus berwarna merah muda.

Sejak lama, sambung Teguh yang juga anggota Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah, perairan Laut China Selatan menjadi salah satu masalah yang pelik dan kompleks di kalangan negara-negara ASEAN yang memiliki pulau-pulau di perairan itu.  

“Tahun 2009 RRC ikut mengklaim perairan tersebut sebagai miliknya. Klaim RRC yang menggunakan sembilan garis putus atau nine dashed-lines (9DL) itu berada di luar laut teritorial Indonesia. Namun, 9DL beririsan dengan laut teritorial Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Vietnam, serta sebagian ZEE Indonesia,” ujar Wakil Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) ini.  

Mantan Ketua Bidang Luar Negeri PP Pemuda Muhammadiyah itu mencontohkan sikap Filipina dalam sengketa di Laut China Selatan. Filipina yang merasa keberatan karena laut teritorialnya diserobot RRC pernah mengajukan gugatan ke Permanent Court of Arbitration (PCA) di Belanda pada tahun 2013. Di tahun 2016, PCA memenangkan gugatan Filipina. Namun RRC tidak mengakui kasus yang diajukan itu, sehingga dengan sendirinya tidak mengakui keputusan PCA.

“Dengan demikian dapat dipahami bahwa istilah “areas of overlapping claims” yang digunakan pada point ke-9 pernyataan bersama RI dan RRC tersebut merujuk pada perairan di luar laut teritorial Indonesia yang faktanya memang diklaim oleh berbagai negara di kawasan,” ujar Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) ini.

Menurut mantan Wakil Presiden Confederation of ASEAN Journalists (CAJ) ini, point ke-9 pernyataan bersama RI dan RRC ini sesungguhnya menawarkan pendekatan baru yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa dan memulai babak kerjasama regional di perairan, tanpa mengabaikan apalagi menegasikan UNCLOS 1982 dan Declaration on the Conduct (DOC) of Parties in the South China Sea.

Penyelesaian dengan menggunakan model ini, sambungnya, telah diterapkan di sejumlah sengketa perairan yang pelik, seperti di Laut Kaspia antara Azerbaijan, Iran, Kazakhstan, Rusia, dan Turkmenistan, pada tahun 2018.

Di sisi lain, Teguh yang pernah menjadi Ketua Bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), juga mengatakan, pernyataan bersama RI dan RRC tersebut merupakan wujud dari kebijakan good neighbour yang diperkenalkan pemerintahan Prabowo Subianto.

“Sebagai tetangga yang baik, Indonesia merasa berkewajiban untuk menawarkan solusi penyelesaian konflik dan mengubah ketegangan menjadi kerja sama yang saling menguntungkan,” demikian Teguh Santosa.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Sehari Usai Pencoblosan, Pj Gubernur DKI Lantik Walikota Jakpus

Kamis, 28 November 2024 | 22:00

Timses Zahir-Aslam Kena OTT Dugaan ‘Money Politik’ di Pilkada Batubara

Kamis, 28 November 2024 | 21:51

Polri Perkuat Kerja Sama Bareng Dukcapil Kemendagri

Kamis, 28 November 2024 | 21:49

KPK Tahan 3 Ketua Pokja Paket Pekerjaan Perkeretaapian DJKA

Kamis, 28 November 2024 | 21:49

Firli Bahuri Tak Hadiri Pemeriksaan Polisi karena Ada Pengajian

Kamis, 28 November 2024 | 21:25

Ini Kebijakan Baru Mendikdasmen Untuk Mudahkan Guru

Kamis, 28 November 2024 | 21:22

Rupiah Terangkat Pilkada, Dolar AS Masih di Rp15.800

Kamis, 28 November 2024 | 21:13

Prabowo Menangis di Depan Ribuan Guru Indonesia

Kamis, 28 November 2024 | 21:11

Pengamat: RK-Suswono Kalah karena Meremehkan Pramono-Doel

Kamis, 28 November 2024 | 21:04

Perbaiki Tata Ekosistem Logistik Nasional, Mendag Budi Sosialisasi Aturan Baru

Kamis, 28 November 2024 | 21:02

Selengkapnya