Berita

Pegawai Kementerian Komdigi tersangka kasus judi online/RMOL

Publika

Bina(sakan) Judi

MINGGU, 03 NOVEMBER 2024 | 11:21 WIB | OLEH: AHMADIE THAHA

BAYANGKAN kita hidup di sebuah negeri di mana kementerian yang seharusnya menjaga moral digital justru terlihat asyik bersenda gurau dengan para pelaku judi online (yang disingkat judol supaya lebih catchy!). Di sini, kata “pemblokiran” tampaknya telah kehilangan makna suci, berganti dengan kata "pembinaan."

Entah sejak kapan, istilah “membina” menjadi jembatan menuju keuntungan bagi segelintir pejabat yang menyulap amanat menjadi lembaran rupiah. Dengan menggawangi server, mereka yang seharusnya memblokir 5.000 situs judol malah membiarkan 1.000 darinya lolos. Dari aksi ini, mereka mengantongi fee Rp8,5 miliar per bulan. Ini bukan sekadar narasi komedi hitam, tapi tragedi yang nyata.

Pihak Polda Metro Jaya baru saja menggeledah kantor “satelit” oknum pegawai Kementerian Komdigi di Bekasi. Dari keterangannya, tersangka diketahui telah “membina” sekitar 1.000 situs judi online dari 5.000 situs yang seharusnya ia blokir. “Pembinaan” ini tentu saja tidak gratis. Tersangka mengaku menerima Rp8,5 juta dari setiap situs judol untuk menjaga “kelangsungan hidupnya” di dunia maya.

Tragedi ini memantik amarah netizen. Mereka mengumpat, mengkritik buruknya moral pejabat. Ada pula yang menuntut agar mereka diasingkan ke Nusakambangan atau ke tengah hutan tanpa akses apa pun. Betapa tidak, judi online yang begitu mudah diakses hanya dengan sekali tekan di handphone betul-betul telah merusak bangsa kita.

Mari kita simak efek buruk judol pada kesehatan mental dan ekonomi masyarakat. Berbagai riset menunjukkan bahwa kecanduan judi online merusak jiwa dan merobohkan ekonomi keluarga. Dampaknya bukan main: seseorang yang terjerat dalam dunia judol bisa mengalami depresi berat, kehilangan kontrol diri, hingga dorongan melakukan tindakan ekstrem.

Satu contoh kasus yang tak terlupakan adalah seorang istri yang membunuh suaminya karena terperosok dalam utang akibat judi online. Marah dan putus asa, sang istri mengakhiri hidup suaminya dengan cara tragis. Dan ini bukanlah kasus tunggal?"ada ratusan, bahkan ribuan keluarga di Indonesia yang terancam bubar karena dampak ekonomi yang mencengangkan.

Berbicara soal angka, dana yang beredar dalam industri judol sungguh fantastis. Pada tahun 2023, perputaran dana disebut-sebut mencapai Rp327 triliun. Jika diakumulasi sejak 2017, nilainya mencapai Rp517 triliun, sekitar 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Bahkan, menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo yang lalu), perputaran dana judi daring bisa mencapai Rp900 triliun. Bayangkan dampaknya! Uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, pendidikan, atau investasi, malah mengalir deras ke kantong pemilik situs judol.

Tak heran, banyak pelaku ekonomi kecil menjadi korban tak langsung. Dana hasil usaha kecil yang seharusnya membiayai keluarga malah dibelanjakan untuk berjudi online. Sementara itu, di balik layar, ada “sponsor” dari Komdigi yang alih-alih memblokir situs-situs ini, malah menerima bayaran Rp8,5 juta per situs untuk “menjaga” mereka agar tetap eksis. Ironis, bukan?

Prabowo Subianto, Presiden RI, telah berjanji memberantas judol. Harapan pun tumbuh, meski banyak yang skeptis. Bagaimana mungkin harapan itu terwujud jika pejabat di Komdigi, yang seharusnya menjadi garda terdepan, justru menjadi “pembina” situs-situs yang dilarang?

Kita diingatkan pada kasus-kasus sebelumnya, seperti skandal Ferdy Sambo, yang melibatkan aparat tinggi dalam kasus yang serupa di sektor lain. Tak mengherankan jika masyarakat mempertanyakan kesungguhan pemerintah dalam menangani persoalan ini. Di awal-awal terlihat serius memberantas judol, tapi akhirnya... begitu-begitu saja.

Tidak semua negara bernasib sama. Beberapa negara telah menerapkan regulasi ketat perjudian online untuk melindungi warganya. Di Jepang, mereka menggunakan teknologi “geo-blocking” untuk memastikan bahwa situs judi luar negeri tidak bisa diakses warga mereka.

Australia juga memberlakukan denda tinggi bagi pelaku yang ketahuan mengakses atau membuka situs judi ilegal. Mereka bahkan mengatur ketat iklan judi agar tidak menarik minat warga. Mereka berhasil menegakkan aturan karena tekad yang jelas untuk menutup rapat-rapat pintu menuju kejahatan ini.

Apakah kita harus tertawa atau menangis melihat bejatnya moral pejabat? Di satu sisi, ironi ini mengundang senyum pahit. Di sisi lain, hal ini membuktikan bahwa dalam sistem yang seharusnya melindungi masyarakat, ada celah besar yang justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Jika pembina judol adalah pejabat resmi Komdigi, siapa lagi yang bisa kita percayai? Jika aparat dengan mudahnya meraup uang dengan memanfaatkan jabatan, siapa lagi yang bisa jadi teladan di negeri ini? Dan pertanyaan pesimis serupa bisa diperpanjang di sini.

Dalam masyarakat yang sudah lelah mendengar kabar korupsi, mungkin humor adalah salah satu cara terapi. Tapi humor ini bukan untuk ditertawakan, melainkan untuk membuka mata kita pada kenyataan pahit: bangsa ini membutuhkan lebih dari sekadar janji kosong atau slogan semu.

Jika serius, pemerintah seharusnya segera menciptakan regulasi ketat, menindak tegas, dan --yang paling penting -- membuktikan pada rakyat bahwa mereka benar-benar berpihak pada kebenaran.

Sebagai penutup, mungkin kita bisa berharap pada slogan yang baru: bukan “Kominfo, Menuju Digitalisasi Bangsa,” tetapi “Komdigi, Jangan Lagi Bina Judi Online, Tolonglah!”


*Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al-Qur'an




Populer

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Pilkada Jateng dan Sumut Memanas Buntut Perseteruan PDIP Vs Jokowi

Minggu, 03 November 2024 | 13:16

Ketum PITI Sayangkan Haikal Hasan Bikin Gaduh soal Kewajiban Sertifikasi Halal

Kamis, 31 Oktober 2024 | 20:01

Inilah Susunan Dewan Komisaris IPC TPK Baru

Jumat, 01 November 2024 | 01:59

Komandan IRGC: Serangan Balasan Iran Melampaui Ekspektasi Israel

Jumat, 01 November 2024 | 12:04

UPDATE

3 Komisioner Bawaslu Kota Blitar Dilaporkan ke DKPP

Selasa, 05 November 2024 | 03:58

Menteri Hukum Tegaskan Jakarta Masih Ibukota Negara

Selasa, 05 November 2024 | 03:40

Catalunya Gantikan Valencia Gelar Seri Pamungkas MotoGP 2024

Selasa, 05 November 2024 | 03:22

Demokrat Bentuk Satgas untuk Amankan Pilkada di Jakarta, Jabar, hingga Banten

Selasa, 05 November 2024 | 02:57

MAKI: Debat Harusnya untuk Jual Program, Bukan Saling Menyerang

Selasa, 05 November 2024 | 02:22

Dubes Mohamed Trabelsi: Hatem El Mekki Bukti Kedekatan Hubungan Indonesia dan Tunisia

Selasa, 05 November 2024 | 02:09

Polisi Gelar Makan Siang Gratis untuk Siswa Berkebutuhan Khusus

Selasa, 05 November 2024 | 01:54

Ancelotti Minta LaLiga Dihentikan

Selasa, 05 November 2024 | 01:36

Pelajar yang Hanyut di Sungai Citanduy Ditemukan Warga Tersangkut di Batu

Selasa, 05 November 2024 | 01:21

Pendidikan Berkualitas Kunci Pengentasan Kemiskinan

Selasa, 05 November 2024 | 00:59

Selengkapnya