Maraknya impor baja murah dari China dinilai bisa mengancam industri dalam negeri.
Pasalnya, baja-baja impor yang membanjiri Indonesia diketahui berasal dari kelebihan kapasitas global sebesar 632 juta ton, namun memiliki kualitas rendah dan mayoritas tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Anggota Komisi VII DPR Iman Adinugraha menyebut masalah ini dikhawatirkan akan berdampak pada ketahanan industri, kesehatan publik, serta keamanan konstruksi dalam negeri.
“Masuknya baja murah berkualitas rendah ini mengancam keberlangsungan industri baja dalam negeri yang saat ini sudah berusaha keras untuk memenuhi standar kualitas nasional. Produk-produk baja yang tidak memenuhi SNI dapat menimbulkan risiko bagi proyek-proyek konstruksi, baik infrastruktur maupun bangunan publik, yang pada akhirnya mengancam keselamatan masyarakat,” ujar Iman dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu, 30 Oktober 2024.
Iman menambahkan bahwa produk baja murah ini tidak hanya merusak daya saing industri dalam negeri, tetapi juga meningkatkan risiko kegagalan struktural karena tidak memenuhi standar kualitas.
“Tahun 2024 ini saja, impor baja dari China mengalami lonjakan signifikan. Produk ini terus masuk ke pasar Indonesia dengan harga murah karena
overcapacity di negara asal, namun kualitasnya jauh di bawah standar yang seharusnya. Jika baja ini digunakan sebagai bahan baku di sektor konstruksi atau industri berat, potensi kerugiannya sangat besar,” jelas Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai kasus telah membuktikan bahwa penggunaan baja impor yang tidak sesuai SNI dapat berujung pada bencana. Salah satu studi kasus yang mengemuka adalah runtuhnya beberapa proyek konstruksi di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Pada tahun 2021, sebuah proyek pembangunan jembatan di Sumatera Barat mengalami keruntuhan saat dalam proses konstruksi, di mana investigasi lebih lanjut mengungkap bahwa baja yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi SNI dan cenderung rentan terhadap korosi dan beban berat. Kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan ini mencapai miliaran rupiah dan bahkan mengancam keselamatan pekerja serta masyarakat di sekitarnya.
“Bukan hanya industri kita yang dirugikan, tetapi juga nyawa masyarakat menjadi taruhannya. Kita harus memastikan agar produk yang beredar di pasaran benar-benar memenuhi standar yang telah ditetapkan. Ini bukan sekadar masalah bisnis atau persaingan, tetapi menyangkut keamanan dan keselamatan rakyat,” tegasnya.
Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait kebijakan impor baja, serta memperketat pengawasan atas produk-produk baja yang masuk ke Indonesia. Ia juga meminta agar ada transparansi dan penguatan data terkait jumlah serta kualitas baja impor yang tidak lolos SNI, guna menghindari risiko di masa mendatang.
“Sudah saatnya kita berfokus pada upaya perlindungan industri baja nasional, baik dengan meningkatkan kapasitas produksi, mengurangi ketergantungan impor, hingga memperkuat regulasi SNI. Hal ini juga perlu diimbangi dengan tindakan tegas terhadap perusahaan yang masih menggunakan baja murah tak bersertifikat SNI. Kita harus bertindak cepat dan tegas agar industri baja nasional dapat tumbuh dan berkembang, sekaligus memastikan keselamatan masyarakat terjamin,” tegasnya.
Komisi VII DPR, yang menangani urusan industri, UMKM serta pariwisata, akan terus mengawal persoalan ini dan berupaya mendorong pemerintah untuk mengambil langkah nyata dalam melindungi industri dan masyarakat dari dampak buruk baja impor berkualitas rendah.