Berita

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menuntut keadilan kepada pemerintah/Ist

Nusantara

Terancam Aktivitas Trawl, Nelayan Kecil Minta Pemerintah Bertindak Adil

SABTU, 26 OKTOBER 2024 | 02:57 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Nelayan kecil dan tradisional di Labuhanbatu Utara (Labura) menghadapi ancaman serius akibat semakin maraknya penggunaan pukat tarik dua (trawl) yang beroperasi secara ilegal di perairan mereka. 

Aktivitas trawl ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga merusak ekosistem laut serta menghilangkan ruang tangkap nelayan kecil.

Situasi ini terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Labura beberapa waktu lalu. 


Kegiatan ini menghadirkan pakar sebagai narasumber antara lain Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Mohammad Imron dan peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Rani Septyarini.

Prof. Imron menjelaskan bahwa Permen KP No. 36 Tahun 2023 jelas melarang penggunaan alat tangkap trawl atau sekarang disebut Jaring Hela Berkantong di zona tangkap nelayan kecil. 

Nelayan dengan alat tangkap Jaring Hela Berkantong dengan ukuran kapal 10 GT ke atas diizinkan dioperasikan di Jalur III atau 12 mil ke atas dengan ukuran mata jaring di kantong 2 inch  dan harus dilengkapi TED di bagian badan jaringnya. Namun, pelanggaran tetap terjadi secara masif. 

"Kapal-kapal trawl beroperasi bahkan di bawah 5 mil dari garis pantai, yang jelas-jelas melanggar hukum dan mengorbankan hak nelayan kecil untuk mendapatkan ruang tangkap yang aman," tegasnya dalam keterangan yang diterima redaksi, Jumat, 25 Oktober 2024. 

Diskusi ini juga mengangkat dampak sosial dan ekonomi yang sangat signifikan bagi nelayan tradisional di Labura. 

Rani Septyarini menyatakan, kehidupan nelayan kian terjepit. 

“Mereka kehilangan sumber pendapatan akibat aktivitas trawl yang mendominasi perairan. Nelayan kecil tidak lagi mendapatkan hasil tangkap yang mencukupi, sementara biaya operasional mereka terus meningkat," ujar Rani.

Pengurus Pusat KNTI, Miftahul Khausar, yang hadir sebagai fasilitator, dengan keras mendorong pemerintah untuk bertindak. 

"Jika pemerintah tidak segera menertibkan kapal trawl ini, nelayan kecil akan terus terpinggirkan. Nelayan hidup dari laut, tetapi jika ruang tangkap mereka terus dirampas, bagaimana mereka bisa bertahan? Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pelanggaran hak hidup nelayan," ujarnya dengan penuh penekanan.

Ketua DPD KNTI Labura, Syahrial Ulong lanjut menegaskan bahwa nelayan tradisional Labura mendesak pemerintah provinsi Sumatera Utara (Sumut) dan Pemda Labuhanbatu Utara untuk segera melakukan tindakan nyata terhadap masalah ini. 

“Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Tindakan tegas dan terukur diperlukan untuk menghentikan aktivitas trawl yang merusak wilayah tangkap nelayan kecil dan mengancam keberlanjutan ekosistem laut,” tegasnya.

KNTI juga menuntut adanya patroli rutin dan penegakan hukum yang lebih efektif di perairan Labura. Jika pemerintah terus lamban dalam merespons, dampaknya akan sangat luas, bukan hanya bagi nelayan, tetapi juga bagi keberlanjutan sumber daya laut di wilayah tersebut.

Di akhir kegiatan, FGD ini menghasilkan kesepakatan bersama bahwa keadaan ini harus diselesaikan secara komprehensif melalui beberapa tindakan. 

Pertama, edukasi dan sosialisasi berkelanjutan perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga ekosistem laut dan mematuhi peraturan. 

Kedua, pembinaan intensif harus diberikan kepada para pelanggar yang terus berulang, agar mereka dapat beralih ke praktik yang lebih sesuai dengan aturan. 

Ketiga, penegakan hukum yang tegas dan pengawasan ketat harus dilaksanakan untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan. 

Keempat, patroli rutin oleh pemerintah dan aparat terkait sangat diperlukan untuk mencegah pelanggaran yang berkelanjutan. Terakhir, sanksi tegas harus diberikan kepada pelanggar, mulai dari pencabutan izin hingga pemidanaan jika pelanggaran memenuhi unsur pidana.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya