Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) wilayah Papua Barat Daya, Alfons Kambu didampingi Wakil Ketua I Susance Saflesa, Wakil Ketua II Vincentius Paulinus Baru, serta pengacara Muhammad Syukur Mandar/RMOL
Majelis Rakyat Papua (MRP) wilayah Papua Barat Daya mengadukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena diduga melanggar etik.
Pelaporan disampaikan Ketua MRP Papua Barat Daya Alfons Kambu, didampingi Wakil Ketua I Susance Saflesa, Wakil Ketua II Vincentius Paulinus Baru, serta satu pengacara Muhammad Syukur Mandar, ke Kantor DKPP RI, Jalan Abdul Muis, Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat sore (4/10).
Alfons menjelaskan, pihaknya mengadukan para pimpinan KPU, yaitu Ketua Mochammad Afifuddin, serta para Anggota yaitu Idham Holik, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajad, dan Parsadaan Harahap.
"Pihak DKPP tadi sudah menerima. Dalam waktu singkat mereka akan panggil semua pihak, baik pelapor bahkan terlapor," ujar Alfons usai mengadu ke DKPP RI.
Dia menuturkan, KPU diduga melanggar etik karena mengeluarkan Surat Dinas Nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024, yang isinya mengecualikan kewenangan MRP dalam menyeleksi cagub-cawagub di seluruh wilayah Papua, yang diamanatkan UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua.
Dia merinci, UU Otsus memerintahkan MRP untuk ikut serta dalam pelaksanaan pemilihan, khususnya memastikan calon kepala daerah yang lolos merupakan orang asli Papua.
Akan tetapi, dia mendapati KPU Papua Barat Daya saat pengumuman cagub-cawagub pada 22 September 2024 lalu, meloloskan satu pasangan calon yang dinyatakan MRP bukan orang asli Papua, yaitu Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiuw.
Alfons memandang KPU telah melampaui UU Otsus bagi Provinsi Papua, karena mengeluarkan Surat Dinas yang mengecualikan kewenangan MRP Papua Barat Daya menyeleksi cagub-cawagub orang asli Papua, dan Surat Dinas itu juga tidak punya cantolan hukum dalam tingkat perundang-undangan di atasnya.
"Bukti yang kami bawa (adukan KPU ke DKPP) adalah hasil verifikasi lapangan (MRP terhadap syarat orang asli Papua. kedua, surat keputusan atau pertimbangan persetujuan MRP," urainya.
"Kemudian, surat keputusan penetapan KPU yang nomor 78, terus surat (dinas nomor) 1718 dari KPU RI. Dan beberapa surat penolakan masyarakat terhadap satu calon pasangan yang tidak memenuhi syarat ini," demikian Alfons menambahkan.
Dalam Surat Dinas Nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024, MRP Papua Barat Daya menyoal poin nomor 10 yang berbunyi; "Dalam hal pertimbangan Majelis Rakyat Papua menyatakan Calon tidak memenuhi persyaratan Orang Asli Papua, KPU Provinsi menyatakan persyaratan Orang Asli Papua memenuhi syarat apabila terdapat pertimbangan dan/atau pengakuan suku asli di Papua yang menyatakan penerimaan dan pengakuan atas nama Calon dengan memedomani Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU-IX/2011".