Berita

Diskusi yang digelar Forum Kajian Demokrasi Kita (Fokad) dengan tema "Fenomena Kepala Daerah Incumbent Melakukan Mutasi Jabatan Menjelang Pilkada 2024: Telaah Terhadap Netralitas Birokrasi dan Implikasi pada Sistem Demokrasi", di The Bridge Function Room Hotel Horison Ultima Suites & Residence, Rasuna, Jakarta, Jumat (4/10)/Istimewa

Politik

Petahana yang Mutasi Pejabat Jelang Pilkada Bisa Didiskualifikasi

JUMAT, 04 OKTOBER 2024 | 16:58 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Kepala daerah petahana yang melakukan mutasi jabatan aparatur sipil negara (ASN) jelang Pilkada seharusnya bisa dibatalkan pencalonannya. Bahkan bisa didiskualifikasi dan dikenai sanksi pemberhentian.

Hal ini ditegaskan mantan Dirjen Otda Kemendagri, Djohermansyah Djohan, dalam dialog publik yang digelar Forum Kajian Demokrasi Kita (Fokad) dengan tema "Fenomena Kepala Daerah Incumbent Melakukan Mutasi Jabatan Menjelang Pilkada 2024: Telaah Terhadap Netralitas Birokrasi dan Implikasi pada Sistem Demokrasi", di The Bridge Function Room Hotel Horison Ultima Suites & Residence, Rasuna, Jakarta, Jumat (4/10).

“Ini sesuai dengan ketentuan Putusan MA Nomor 570 tahun 2016 tentang Pilkada. Orang itu telah menyalahgunakan wewenang,” ujarnya. 


Pendapat senada disampaikan ahli Hukum Tata Negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva, yang juga hadir sebagai pembicara. 

Hamdan mencontohkan, pada Pilkada 2009 semasa dirinya menjadi Ketua MK, banyak temuan hasil pilkada yang akhirnya dibatalkan. Hal tersebut karena petahana memanfaatkan jabatan, birokrasi, serta kebijakan untuk memenangkan dirinya. 

“Pernah bupati memutasi lebih dari 10 camat. Camat datang ke MK dan protes. MK memutuskan ini membahayakan demokrasi, merusak demokrasi dengan memanfaatkan jabatan untuk kepentingan dirinya,” papar Hamdan.

Sementara itu, pakar kepemiluan, Titi Anggraini menegaskan, seperti Pemilu, Pilkada juga harus tunduk pada Undang-undang serta patuh pada asas langsung, umum, bebas, rahasia (luber), jujur dan adil (jurdil), dan demokratis. 

“Tak ada pembedaan pilkada dan pemilu. Karena itu, harus patuh pada asas luber jurdil, demokratis. Sehingga pemilu jadi bermakna, tidak sekadar simbolik, ritual, seremoni. Penyelenggaranya netral dan profesional, pemilihnya terdidik,” jelas Titi Anggraini.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya