Harga beras di Asia mengalami penurunan paling tajam dalam lebih dari 16 tahun. Hal ini dipicu oleh kekhawatiran atas pasokan setelah India melonggarkan beberapa pembatasan ekspor.
Dikutip dari Blomberg, Jumat (4/10), Asosiasi Eksportir Beras Thailand mengatakan bahwa beras putih Thailand yang menjadi patokan Asia, anjlok sekitar 11 persen menjadi 509 Dolar AS per ton pada Rabu.
Itu adalah penurunan terbesar dalam data yang dikumpulkan sejak Mei 2008, dan memperpanjang penurunan harga yang berkepanjangan ke level terendah dalam lebih dari 15 bulan.
Beras menguat tahun lalu setelah pengirim utama India menerapkan pembatasan ekspor untuk menahan harga lokal menjelang pemilihan umum.
Negara Asia itu melonggarkan beberapa pembatasan setelah pemilihan nasional baru-baru ini, sebuah langkah yang dapat membantu meredakan kelebihan pasokan domestik dan memangkas biaya impor untuk negara-negara seperti Indonesia dan Senegal.
Gandum sangat penting bagi pola makan miliaran orang dan menyumbang hingga 60 persen dari total asupan kalori bagi orang-orang di beberapa wilayah Asia Tenggara dan Afrika. Sementara harga beras telah menurun, biaya bahan makanan pokok lainnya meningkat karena cuaca ekstrem mengancam panen di seluruh dunia.
India sejak 2022 melakukan serangkaian pembatasan ekspor untuk menjaga keamanan pangan dalam negeri dan mengendalikan inflasi. Keputusan India kala itu sempat menyebabkan lonjakan harga beras di Asia ke level tertinggi sejak 2008.
Beberapa minggu lalu, meski telah membuka pembatasan ekspor, Pemerintah India menetapkan sejumlah persyaratan seperti harga minimum 490 Dolar AS per ton (sekitar Rp7.411.176 per ton) atau setara Rp7.411 per kilogram.
Sepanjang empat bulan pertama tahun fiskal, ekspor beras India turun hampir 25 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, mencapai 5,26 juta ton.
Langkah ini dianggap sebagai upaya India untuk mengatasi kelebihan pasokan sebelum musim panen baru pada bulan ini.