Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

BI: Indonesia Harus Manfaatkan Siklus Keuangan Global yang Mulai Alami Pelonggaran

KAMIS, 03 OKTOBER 2024 | 08:15 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Bank Indonesia mengingatkan bahwa momentum pertumbuhan ekonomi harus terus dijaga. 

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung memaparkan tantangan dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) di tanah air.

"Tantangan yang kita hadapi dalam menjaga SSK terus harus kita respons dan harus kita persiapkan, termasuk juga momentum pertumbuhan ekonomi yang harus kita jaga," ujar Juda Agung, di Gedung Kantor Pusat BI, Jakarta, dikutip Kamis (3/10).


Tantangan tersebut adalah, Indonesia harus bisa memanfaatkan siklus keuangan global yang sudah mulai mengalami pelonggaran seiring pengaruh penurunan Fed Fund Rate (FFR) dan BI Rate pada bulan September 2024, pelambatan inflasi di Amerika Serikat (AS), serta berbagai kebijakan stimulus untuk menurunkan tingkat ketidakpastian pasar keuangan internasional. Hal ini mengingat kebutuhan pembiayaan ekonomi semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang.

Di sisi lain, dinamika ekonomi dan keuangan global dapat berkembang begitu cepat, termasuk risiko geopolitik Timur Tengah yang memiliki implikasi terhadap ekonomi, mulai dari gejolak harga minyak hingga rantai pasok global. Karena itu, risiko tersebut harus dicermati dan dikelola dengan baik.

Peningkatan risiko operasional yang muncul dari digitalisasi keuangan juga menjadi tantangan dalam menjaga SSK. Memang, digitalisasi membawa manfaat besar bagi perekonomian Indonesia dalam bentuk akses keuangan lebih mudah, sehingga mendorong transformasi ekonomi. Namun, manfaat-manfaat itu datang dibarengi dengan risiko-risiko baru yang harus diantisipasi.

Juda juga melihat ada tiga risiko operasional yang perlu diatasi. 

Pertama adalah ancaman siber, seperti peretasan malware, ransomware, dan phishing yang berkembang dengan intensitas beserta kompleksitas semakin tinggi. Problem ini menimbulkan risiko keamanan bagi data pelanggan dan kepercayaan terhadap integritas sistem keuangan Indonesia.

Kedua adalah risiko fraud seiring peningkatan penggunaan platform digital yang membuka peluang penipuan seperti pencurian identitas, transaksi palsu, manipulasi data, hingga judi online yang merusak reputasi dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan.

BI bersama pihak industri disebut memperkuat fraud detection system untuk mencegah masalah tersebut. Ke depan, artificial intelligence (AI) yang lebih canggih akan dikembangkan guna mendeteksi pola-pola fraud tertentu.

Ketiga yaitu risiko operasional terkait layanan pihak ketiga penyedia teknologi kritikal (third party risk). 

Infrastruktur sektor keuangan dinilai semakin banyak tergantung kepada penyedia teknologi kritikal seperti cloud service provider seiring dengan meningkatnya jumlah data, sehingga tak bisa atau terlalu berat untuk disimpan on-premise (sistem penyimpanan dan pengolahan data yang dikelola langsung oleh tim internal IT perusahaan serta berada di sebuah gedung).

Eksposure terhadap pihak ketiga ini semakin meningkat karena konsentrasi segelintir penyedia jasa yang berakibat kepada kegagalan penyedia jasa teknologi kritikal dan menyebabkan risiko sistemik di sektor keuangan. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai upaya untuk melakukan manajemen risiko terhadap teknologi seperti cloud.

Tantangan selanjutnya yakni risiko perubahan iklim yang menyebabkan di antaranya banjir, kekeringan, kenaikan permukaan air laut, penurunan nilai aset berbasis fosil, hingga kesulitan pendanaan akibat aktivitas bisnis brown.

Survei persepsi Global Economic Forum mengemukakan bahwa risiko iklim menduduki peringkat kedua dalam jangka waktu dua tahun ke depan dan posisi pertama sebagai risiko terbesar dalam 10 tahun yang akan datang.

Menurut Juda, penting bagi sektor keuangan untuk mengintegrasikan risiko perubahan iklim dalam proses bisnis, termasuk bagaimana sektor keuangan mampu mengukur emisi dari berbagai aktivitasnya dan mengurangi dampak lingkungan. 

"Saat ini, berbagai standar mulai dikeluarkan, termasuk standar disclosure yang disusun oleh ISSB (International Sustainability Standards Board) dan BCBS (Basel Committee on Banking Supervision) yang menjadi tolak ukur bagaimana korporasi dan lembaga keuangan harus mengelola risiko dan peluang terkait dengan iklim," katanya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya