Berita

Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng/Ist

Publika

Membentuk Kabinet Bumi Datar

JUMAT, 27 SEPTEMBER 2024 | 14:56 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

BARU-BARU ini beredar nama-nama menteri kabinet pemerintahan ke depan, yakni pemerintahan Prabowo-Gibran. Kabinet ini disebut sebagai zaken kabinet, orang ahli, profesional.

Ini untuk membedakan dengan kabinet yang mewakili partai politik. Ahli berarti tahu apa yang terjadi di dunia ini, tahu apa yang akan dilakukan merespons keadaan dunia ini, tahu apa yang akan dihasilkan buat bangsa negara dan rakyatnya.

Apa yang terjadi memang menyakitkan banyak ahli dewasa ini. Bahwa globe, global, globalisasi, atau dalam bahasa ekonomi yang lazim disebut pasar bebas atau dalam bahasa aktivis disebut neoliberalisme, ternyata sudah bubar.

Kata-kata semacam itu sudah tidak lagi digunakan dalam satu dekade terakhir, para pengikutnya malu menggunakannya karena sudah menjadi istilah yang ketinggalan zaman atau sudah tidak relevan lagi pada masa kini.

Memang faktanya dunia sekarang bukan lagi globe, tapi dunia yang datar atau dikenal dengan world flat disk. Dunia baru telah terhubung dari ujung ke ujung lainnya. Manusia bisa melihat ujung dunia yang satu dari ujung dunia yang lain, dunia yang tidak lagi berputar, tapi matahari dan bulan yang berkeliling di atasnya selama 24 jam.

Globalisasi yang lama menghubungkan manusia dalam ruang yang berbeda. Namun digitalisasi yang menggantikannya tidak mengenal ruang. Semua berada dalam ruang yang sama. Bahkan dunia yang baru akan lebih jauh menghilangkan batasan waktu ketika AI akan menyelesaikan pekerjaan manusia tanpa mengenal waktu, siang atau malam sama saja. Jadi ruang dan waktu telah berhimpit.

Globalisasi menghasilkan uang bagi negara dan pemerintah melalui perdagangan, pajak beserta semua pungutan yang memaksa. Globalisasi mengatur semua negara melalui regulasi internasional mengenai tata cara investasi, peraturan perdagangan dan pembatasan lalu lintas keuangan.

Regulasi semacam itu yang membuat negara dan pemerintahan mendapat uang pungutan.

Sekarang peraturan perdagangan bukan lagi alat bagi negara atau pemerintahan untuk mendapatkan uang. Karena perdagangan sendiri telah dibatasi secara paksa. Manusia tidak boleh lagi memperdagangkan energi kotor beserta seluruh produk yang dihasilkan oleh energi kotor tersebut.

Energi kotor dan seluruh produknya adalah komoditas perdagangan internasional terbesar saat ini. Jadi perdagangan energi dan produk kotor yang dihentikan benar-benar akan menghentikan dunia yang lama, akan menjadi "kiamat" bagi dunia yang lama.

Sementara world flat mengubah segalanya, komunitas global telah membentuk negaranya sendiri. Mereka tidak mengenal pajak dan segala pungutan memaksa. Namun pada bagian lain world flat mentransparankan uang semua orang.

Berapa uang simpanan, berapa yang dibelanjakan, berapa yang disisakan, semua telah ditransparansikan. Orang tidak lagi dapat menyembunyikan uang dan kekayaannya. Namun orang harus memberitahukan kepada komunitas dari mana asal-usul uang dan kekayaannya.

Itulah transparansi, akan mengubah perilaku yang paling disembunyikan oleh manusia yakni nafsunya atas uang, usahanya menghindari kewajiban atas uang,  menimbun uang di tempat tersembunyi dari pemerintahan dan masyarakat.

Semua uang milik siapapun sekarang telah diumumkan kepada seluruh dunia termasuk dari mana diperoleh dan bagaimana digunakan, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan diserahkan kembali kepada komunitas melalui tangan institusi legal, yakni negara.

Bubarnya globalisasi harus dimengerti oleh zaken kabinet, karena itu membuktikan mereka ahli. Bagaimana mereka dapat dikatakan zaken kalau tidak mengerti bahwa keyakinan yang selama ini ada di dalam kepala ternyata sudah tidak relevan lagi. Bahwa ternyata globe world telah diganti dengan world flat.

Bagaimana nanti kabinet akan mencari uang, mencari harta dan mencari kekayaan untuk negara kalau mereka masih menggunakan jimat pesugihan globalisasi? Bisa-bisa amsyong bro!

Penulis adalah Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Razia Balap Liar: 292 Motor Disita, 466 Remaja Diamankan

Senin, 03 Februari 2025 | 01:38

Pemotor Pecahkan Kaca Mobil, Diduga karena Lawan Arah

Senin, 03 Februari 2025 | 01:29

PDIP: ASN Poligami Berpeluang Korupsi

Senin, 03 Februari 2025 | 01:04

Program MBG Dirasakan Langsung Manfaatnya

Senin, 03 Februari 2025 | 00:41

Merayakan Kemenangan Kasasi Vihara Amurva Bhumi Karet

Senin, 03 Februari 2025 | 00:29

Rumah Warga Dekat Pasaraya Manggarai Ludes Terbakar

Senin, 03 Februari 2025 | 00:07

Ratusan Sekolah di Jakarta akan Dipasang Water Purifire

Minggu, 02 Februari 2025 | 23:39

Manis di Bibir, Pahit di Jantung

Minggu, 02 Februari 2025 | 23:18

Nasdem Setuju Pramono Larang ASN Poligami

Minggu, 02 Februari 2025 | 23:03

Opsen Pajak Diterapkan, Pemko Medan Langsung Pasang Target Rp784,16 Miliar

Minggu, 02 Februari 2025 | 22:47

Selengkapnya