Ketua Dewan Pengarah BRIN Megawati memberi kuliah umum bertema "Tantangan Geopolitik dan Pancasila Sebagai Jalan Tata Dunia Baru" di Universitas Saint Petersburg, Rusia/Ist
Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri, mengajak negara-negara di dunia untuk segera menyusun regulasi internasional terkait penggunaan Artificial Intelligence (AI), khususnya dalam mencegah penyalahgunaan oleh aktor non-negara.
Hal ini disampaikan Megawati dalam kuliah umum bertema "Tantangan Geopolitik dan Pancasila Sebagai Jalan Tata Dunia Baru" di Universitas Saint Petersburg, Rusia, Senin (16/9) waktu setempat.
Dalam pidatonya, Megawati menyoroti bahwa dunia saat ini menghadapi tantangan yang semakin kompleks, penuh ketidakpastian, dan berpotensi memicu konflik, termasuk yang diakibatkan oleh penyalahgunaan teknologi seperti AI.
“Potensi konflik harus segera dimitigasi, termasuk akibat penyalahgunaan kemajuan teknologi termasuk artificial intelligence,” ujar Megawati.
Sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Megawati menekankan pentingnya peraturan internasional yang adil dan tidak digunakan sebagai alat dominasi oleh negara-negara besar.
Di luar hal tersebut, ancaman penggunaan senjata kimia dan biologi juga kian mencemaskan. Pada titik itu, Megawati menyatakan perlu mencermati keterlibatan aktor “Non Negara”. Sebab, menurutnya, setiap negara setidaknya memiliki paradigma ideal atas negaranya dalam posisi internasionalnya.
“Namun apakah demikian dengan aktor Non Negara? Bagaimana kalau kemajuan Artificial Intelligence dalam hubungannya dengan persenjataan modern yang membahayakan keselamatan umat manusia dikuasai aktor Non Negara?” Kata Megawati.
“Dalam pandangan saya, segera hukum internasional harus mengatur ini. Seluruh potensi konflik harus dimitigasi melalui hukum internasional,” imbuhnya.
Namun demikian, Megawati juga mengingatkan agar hukum internasional tersebut dibangun dengan semangat kesetaraan. Bukan atas dasar semangat dominasi sebuah negara besar terhadap negara lainnya di dunia.
Untuk memberikan pemahaman atas idenya itu, ia mengingatkan dunia kepada apa yang digagas oleh Bung Karno, Proklamator RI, melalui Pidato pada tanggal 30 September 1960 di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Pidatonya yang berbunyi, “To Build the World A New”, yang menurutnya dapat diangkat kembali.
Dengan pidato tersebut, pertama, Bung Karno menyerukan reformasi lembaga PBB melalui demokratisasi dan penghormatan terhadap kesetaraan antar bangsa.
Kedua, Bung Karno menyerukan reorganisasi Dewan Keamanan PBB agar semakin efektif didalam menangani konflik. Ketiga, pemindahan markas besar PBB ke negara yang tidak terlibat konflik. Keempat, dimasukkannya prinsip-prinsip Pancasila dalam Piagam PBB.
Baginya, pidato Bung Karno itu mengkritisi konflik dunia yang tidak kunjung usai. Sebuah keprihatinan atas sistem internasional yang “semakin bergeser pada perang hegemoni dan melupakan pentingnya solidaritas sosial dan kemanusiaan”.
Megawati juga menyampaikan kekhawatirannya terkait penjajahan gaya baru melalui ekonomi, pangan, teknologi, dan hukum internasional, yang berpotensi menjadi alat hegemoni negara tertentu.
“Saya juga semakin khawatir dengan munculnya model penjajahan gaya baru melalui penggunaan kekuatan ekonomi, pangan, dan keunggulan teknologi, serta hukum internasional sebagai alat pembangun hegemoni,” tandas Megawati.
Turut mendampingi Megawati saat kuliah umum di Universitas St. Petersburg, Duta Besar Dunia Pendidikan dan Iptek untuk Universitas St.Petersburg, Prof. Connie Rahakundini Bakrie. Terlihat juga mendengarkan kuliah umum, Dubes Indonesia untuk Rusia Jose Tavares.