Kondisi di Jalur Gaza/Aljazeera
Kondisi ekonomi di Jalur Gaza terus memburuk, dengan penurunan lebih dari 80 persen sejak Israel melancarkan operasi militer pada akhir 2023.
Menurut laporan terbaru dari Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), hingga pertengahan 2024, ekonomi Gaza hanya tersisa kurang dari seperenam dari tingkat pada tahun 2022.
"Pada kuartal terakhir 2023, Produk Domestik Bruto (PDB) Gaza turun hingga 81 persen, yang menyebabkan kontraksi ekonomi sebesar 22 persen sepanjang tahun," ungkap laporan tersebut, seperti dikutip dari
Anadolu Agency, Sabtu (14/9).
Kondisi ini diperparah dengan kehancuran besar-besaran di sektor pertanian Gaza. Di awal 2024, sekitar 80 hingga 96 persen aset pertanian di wilayah tersebut rusak, menyebabkan kapasitas produksi pangan anjlok dan meningkatkan kerawanan pangan yang sebelumnya sudah sangat tinggi.
Selain itu, sektor bisnis swasta, yang menjadi tulang punggung ekonomi Gaza, juga terkena dampak besar. Lebih dari 82 persen usaha swasta dilaporkan rusak atau hancur, sementara basis produksi yang tersisa diperkirakan akan semakin memburuk seiring berlanjutnya serangan militer Israel.
Kehancuran ini juga berdampak signifikan pada lapangan kerja di Gaza. Pada awal 2024, lebih dari 200 ribu lapangan pekerjaan hilang, yang memperburuk krisis kemanusiaan yang tengah melanda warga Palestina di wilayah tersebut.
UNCTAD mencatat bahwa skala kehancuran ekonomi ini jauh lebih parah dibandingkan dengan dampak dari konflik militer sebelumnya.
"Skala kehancuran ekonomi seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya, jauh melampaui dampak dari konfrontasi militer sebelumnya pada 2008, 2012, 2014, dan 2021," kata UNCTAD.