Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto/Ist
Kasus penipuan calon siswa (Casis) Bintara Polda Sumatera Utara (Sumut) yang melibatkan oknum polisi semakin mencuat.
Briptu FS, anggota kepolisian yang diduga melakukan praktik percaloan, dilaporkan menjanjikan kelulusan seleksi kepada sekitar 40 orang pada penerimaan Bintara 2024.
Namun, tidak ada satupun dari para calon siswa yang lolos dalam proses tersebut, menimbulkan kecurigaan dan protes dari pihak keluarga korban.
Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto, menilai kasus ini sebagai bukti nyata lemahnya sistem pengawasan internal (waskat) di lingkungan kepolisian.
"Kasus Briptu FS bukan hanya soal oknum individu, tetapi mencerminkan celah besar dalam pengawasan oleh pimpinan. Jika percaloan bisa berlangsung dengan jumlah korban sebanyak ini, besar kemungkinan ada keterlibatan pihak-pihak lain atau setidaknya kelalaian dari atasan yang seharusnya mengawasi," ujar Rasminto dalam keterangan yang diterima redaksi, Jumat malam (13/9).
Ia menegaskan, dalam kasus sebesar ini, tidak cukup jika hanya Briptu FS yang diperiksa.
"Pengawasan internal yang lemah memungkinkan tindakan ini berlangsung tanpa hambatan. Pihak pimpinan yang bertanggung jawab atas pengawasan seharusnya juga diperiksa karena ini menunjukkan kegagalan institusi, bukan hanya kesalahan individu," jelasnya.
Rasminto juga menyatakan bahwa reformasi di tubuh kepolisian harus menitikberatkan pada penguatan pengawasan dan akuntabilitas di semua tingkatan.
Selain soal pengawasan, Rasminto juga menyoroti dampak buruk praktik percaloan ini bagi masyarakat, terutama para korban.
"Bagi para korban, ini bukan sekadar kerugian finansial, selain itu patut diduga daerah lainnya juga ada kasus serupa. Tentunya hal ini akan merusak kepercayaan publik terhadap kepolisian sebagai institusi penegak hukum. Masyarakat berharap keadilan, dan jika hal seperti ini terus dibiarkan, kredibilitas institusi akan semakin jatuh," jelasnya.
Lebih lanjut, Rasminta mengimbau pentingnya penegakan hukum yang tegas tidak hanya bagi Briptu FS, tetapi juga para atasan yang terlibat atau lalai dalam tugas pengawasan.
"Jika tidak ada tindakan tegas yang mencakup semua pihak yang bertanggung jawab, reformasi dalam tubuh kepolisian akan terus menjadi slogan tanpa hasil nyata. Waskat harus diperkuat untuk mencegah penyimpangan serupa di masa depan," tutup Rasminto.