Wakil Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bandar Lampung, Cik Ali/istimewa
Wakil Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bandar Lampung, Cik Ali, menyayangkan keputusan KPU Lampung Timur yang menolak pendaftaran pasangan Dawam Rahardjo dan Ketut Erawan di Pilkada serentak 2024.
Menurut Cik Ali, sebagai penyelenggara Pemilu, KPU harusnya bersikap netral dan adil kepada siapapun yang ingin maju sebagai calon kepala daerah dan tidak boleh dihalang-halangi dengan alasan teknis.
Sehingga, tegas Cik Ali, penolakan KPU Lampung Timur terhadap pencalonan Dawam-Ketut adalah hal yang tidak bisa dibenarkan.
Hal tersebut sangat menodai nilai-nilai demokrasi dan melanggar hak asasi manusia sebagaimana yang dijamin oleh konstitusi Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
Pun dalam pasal Pasal 43 Ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dinyatakan: “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Belum lagi, lanjut Cik Ali, seharusnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU/XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan dijadikan acuan oleh KPU.
"Sehingga tidak ada lagi hambatan dan pelanggaran hak konstitusional warga negara," kata Cik Ali, dikutip
RMOLLampung, Kamis (5/9)
Dengan demikian, sambung Cik Ali, perbuatan KPU Lampung Timur merupakan pelanggaran HAM. Apalagi alasan yang diberikan kepada bakal calon tersebut merupakan alasan yang sangat teknis. Karena ketika menjadi penyelenggara pemilu harus siap siaga dengan segala keadaan yang tiba-tiba berubah setiap saat.
Seharusnya KPU Lampung Timur tetap menerima pendaftaran tersebut, karena proses untuk menyatakan bahwa bakal calon tersebut tidak dapat ditetapkan sebagai calon pada saat seleksi kemudian ditetapkan melalui penetapan, bukan pada saat pendaftaran.
Menurutnya, perilaku tersebut sama saja dengan membangkang pada Keputusan KPU pusat yang membuka ruang perpanjangan pendaftaran agar tidak terjadi perlawanan kotak kosong. Namun, KPU Lampung Timur sepertinya tidak menginginkan demokrasi di daerah berjalan dengan baik.
"Atas peristiwa tersebut, kami mendorong Bawaslu agar dapat bertindak cepat untuk segera melakukan penyelidikan dan mengusut tuntas terhadap pelanggaran etika penyelenggara di Lampung Timur," sambungnya.
Cik Ali juga mendesak agar prosesnya juga diteruskan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) agar kejadian serupa tidak terulang di berbagai wilayah lainnya sehingga demokrasi di daerah bisa berjalan tanpa terhambat oleh hal-hal teknis.
"YLBHI sebagai lembaga yang peduli terhadap demokrasi dan hak asasi manusia mengajak seluruh warga negara Indonesia agar tetap terus mengawal bersama setiap proses yang terjadi pada pemilu mendatang memastikan bahwa tidak ada keberpihakan para penyelenggara," pungkasnya.